Oleh : Rima Ginanjar, Arsitek Spesialis Zero Carbon
REPUBLIKA.CO.ID, Dalam era kekhawatiran lingkungan yang semakin meningkat, Zero Carbon bukan lagi sekadar tujuan mulia. Ini adalah keharusan yang mendesak.
Konsep Zero Carbon terus bergaung sejak Paris Agreement hingga saat ini, terpancar jelas dalam United Nations Climate Change Conference 2023, atau COP 28, yang sedang berlangsung di Dubai (30 November – 12 Desember). Zero Carbon bukan sekadar istilah kosong. Ini adalah jawaban terhadap dampak buruk perubahan iklim yang semakin merajalela, seperti kenaikan permukaan laut, cuaca ekstrem, dan gangguan pada ekosistem yang kita saksikan.
Kita perlu ingat, emisi karbon bukan hanya menyebabkan bencana alam, tetapi juga menyebabkan penyakit seperti demam berdarah, malaria, dan infeksi saluran pernafasan. Semua itu dapat membahayakan keluarga kita, dan sayangnya, banyak yang belum melihat korelasinya.
Indonesia sendiri bertekad mencapai Zero Carbon pada tahun 2060. Perjalanan menuju Zero Carbon adalah kolaborasi bersama. Pemerintah, pelaku bisnis, dan setiap individu memiliki peran dalam menerapkan dan mendukung kebijakan berkelanjutan.
Secara global, bangunan memberikan kontribusi hingga 39 persen dari total emisi karbon. Bahkan melampaui emisi karbon dari sektor transportasi yang mencapai 20 persen.
Zero Carbon bukan hanya tentang menciptakan lingkungan yang ideal secara visual. Ini adalah kebutuhan mendesak yang merangkul kesehatan masyarakat, pelestarian biodiversitas, dan merangsang ketahanan ekonomi.
Dalam perjalanan ini, kita semua memiliki peran penting untuk memainkan bagian kita masing-masing. Menyelamatkan bumi bukan hanya tanggung jawab satu pihak, melainkan tugas bersama kita semua.
Jadi, mari bergandengan tangan dalam revolusi Zero Carbon untuk mewujudkan masa depan yang berkelanjutan dan lestari bagi generasi mendatang. Salam.