REPUBLIKA.CO.ID, JENEWA -- Organisasi Internasional untuk Migrasi (IOM) menyerukan gencatan senjata yang langgeng dan segera di Jalur Gaza. Desakan ini melihat situasi kemanusiaan di wilayah kantung Palestina itu hampir runtuh karena pertempuran sengit dan kurangnya akses.
“Skala pengungsian di Gaza sangat besar, kondisi kemanusiaan sangat mengkhawatirkan dan berada di ambang kehancuran,” kata Kepala IOM Amy Pope dikutip dari Anadolu Agency.
Menurut Pope, gencatan senjata diperlukan segera untuk menyediakan makanan, air, dan kebutuhan penting lainnya yang cukup bagi warga Gaza. Pemenuham kebutuhan tersebut berguna dalam menyelamatkan nyawa dan meringankan penderitaan warga sipil yang luar biasa.
Pope Mengekspresikan keprihatinan serius IOM mengenai pengungsian massal warga sipil di Gaza dan laporan evakuasi lebih lanjut. “Masyarakat Gaza harus segera mendapatkan akses terhadap tempat berlindung yang aman, perawatan medis, makanan, fasilitas kebersihan dan sanitasi, serta memastikan bahwa anggota keluarga tidak terpisah. Warga sipil dan pekerja bantuan kemanusiaan harus dilindungi," katanya.
Diperkirakan 1,9 juta orang terlantar di Gaza atau sekitar 85 persen dari total populasinya. Mereka kekurangan kebutuhan dasar seperti makanan, air, tempat tinggal yang bermartabat, dan fasilitas sanitasi, serta perawatan medis.
Desakan ini dikeluarkan sehari setelah Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres menggunakan Pasal 99 Piagam PBB. Dia mendesak Dewan Keamanan PBB untuk mengajukan permohonan gencatan senjata kemanusiaan di wilayah kantong Palestina.
Sedangkan Komisaris Jenderal Agensi Pekerjaan dan Pemulihan PBB untuk Pengungsi Palestina di Timur Dekat (UNRWA) Philippe Lazzarini mengatakan, serangan Israel yang telah menghantam 88 lokasi PBB di Gaza. Tindakan ini membunuh sedikitnya 250 orang Palestina dan melukai 900 lainnya, yang mengungsi di sana.
"Akibatnya, 600 ribu warga Palestina terpaksa mengungsi dari tempat penampungan di Gaza tengah dan selatan, tanpa tempat untuk pergi, karena tidak ada tempat yang aman, dan menekankan bahwa tidak ada yang namanya 'zona aman' jika secara harfiah dalam zona perang," ujar Lazzarini.