REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Putra Presiden Amerika Serikat Joe Biden, Hunter Biden telah didakwa dengan sembilan tuduhan kejahatan terkait perpajakan atas dugaan kegagalannya membayar utangnya senilai 1,4 juta dolar AS kepada pemerintah. Hunter dituduh gagal mengajukan dan membayar pajak, menghindari pemeriksaan pajak, dan membuat laporan pajak palsu serta menghabiskan jutaan dolar untuk gaya hidup mewah.
“Terdakwa terlibat dalam skema empat tahun untuk tidak membayar setidaknya pajak federal 1,4 juta dolar AS yang dihitung sendiri, yang harus dia bayar untuk tahun pajak 2016 hingga 2019,” ujar dakwaan yang diajukan di pengadilan distrik AS di Kalifornia tengah, dilaporkan Aljazirah, Jumat (8/12/2023).
Hunter menghadapi hukuman maksimal 17 tahun penjara jika terbukti bersalah. Dakwaan tersebut merupakan kasus pidana kedua yang diajukan oleh David Weiss, penasihat khusus yang ditunjuk oleh Jaksa Agung Merrick Garland untuk mengawasi penyelidikan terhadap putra presiden tersebut.
Bulan lalu, Hunter Biden mengaku tidak bersalah atas tiga dakwaan terkait senjata api setelah hakim menolak menandatangani kesepakatan pembelaan yang akan menghindari proses hukum yang panjang. Berdasarkan kesepakatan yang dicapai dengan kantor Weiss di Delaware, Hunter setuju untuk mengaku bersalah atas tuduhan pelanggaran pajak dan mengikuti program pengalihan sebagai pengganti pengakuan bersalah atas tuduhan kepemilikan senjata yang lebih serius.
Pada Senin (4/12/2023), Weiss mendesak hakim federal untuk menolak permintaan Hunter Biden memanggil mantan presiden Trump dan mantan pejabat Departemen Kehakiman. Menurut Weiss, pengacara Hunter tidak memberikan bukti untuk mendukung argumen mereka bahwa penyelidikan tersebut berasal dari kampanye tekanan yang tiada henti berdasarkan undang-undang pemerintahan sebelumnya.
Kasus pidana terbaru ini dapat mempersulit upaya Presiden Biden untuk terpilih kembali pada 2024 di tengah klaim dari Partai Republik bahwa putranya secara tidak patut menggunakan posisi ayahnya untuk menghasilkan jutaan dolar melalui kesepakatan bisnis dan pekerjaan konsultasi di negara-negara asing termasuk Ukraina, Cina, dan Rumania. Pada Kamis, Partai Republik mendorong rencana untuk mengadakan penyelidikan pemakzulan terhadap Biden ketika anggota parlemen mencari bukti kesalahan dalam urusan bisnis keluarganya. Partai Republik telah merilis materi yang mereka anggap memberatkan tetapi belum memberikan bukti kesalahan yang dilakukan presiden.