REPUBLIKA.CO.ID, BADUNG -- Ekonom senior Chatib Basri memberi masukan kepada Calon Presiden (Capres) yang berkompetisi pada Pemilu 2024 agar ekonomi Indonesia bisa tumbuh di atas enam persen pada periode 2024–2029.
"Kita akan melihat bahwa nanti opsi kebijakannya tidak akan banyak dan akan similar (sama) dengan apa yang kita pakai saat ini," kata Chatib Basri di sela Regional Chief Economist Forum di Nusa Dua, Kabupaten Badung, Bali, Jumat (8/12/2023).
Dalam kesempatan itu, Menteri Keuangan RI 2013–2014 tersebut mengungkapkan sejumlah opsi guna mendukung pertumbuhan RI di atas enam persen. Di antaranya menaikkan penerimaan pajak agar rasio pajak terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) ikut terdongkrak.
Kementerian Keuangan mencatat rasio pajak Indonesia pada 2022 tercatat sebesar 10,4 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) atau meningkat dibandingkan 2021 mencapai 9,1 persen.
Kemudian, masukan lainnya yakni meningkatkan produktivitas, menarik investasi asing/penanaman modal asing (PMA) atau pembiayaan dari luar negeri serta kombinasi semua opsi tersebut. Langkah itu dilakukan mencermati tabungan domestik atau gross domestic saving Indonesia terhadap PDB mencapai 37 persen berdasarkan data Bank Dunia selama 2016-2022.
Sedangkan setiap satu persen pertumbuhan ekonomi RI membutuhkan peningkatan investasi sekitar 6,8 persen terhadap PDB. Chatib menambahkan apabila Indonesia ingin pertumbuhan ekonominya 6-7 persen maka rasio investasi terhadap PDB harus mencapai 40,8 persen hingga 47,6 persen.
Berdasarkan data Kementerian Keuangan, realisasi pendapatan negara per Oktober 2023 mencapai Rp 2.240,1 triliun atau sudah 90,9 persen dari target APBN 2023 yang mencatatkan pertumbuhan 2,9 persen dibandingkan periode sama tahun lalu (yoy). Ada pun penerimaan pajak mencapai Rp 1.523,7 triliun atau 88,69 persen dari target yang tumbuh 5,3 persen (yoy).
Sedangkan posisi utang Indonesia mencapai Rp 7.950,52 triliun hingga 31 Oktober 2023. Ada pun rasio utang terhadap PDB sebesar 37,68 persen yang masih di bawah dari batas rasio utang berdasarkan Undang-Undang Nomor 17 tahun 2023 batas rasio utang mencapai 60 persen. Apabila dirinci, utang tersebut didominasi surat berharga negara (SBN) dengan denominasi rupiah yang mencapai Rp 7.048,90 triliun atau 88,66 persen dari total utang pemerintah.