REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menahan eks Kepala Bea Cukai Yogyakarta, Eko Darmanto pada Jumat (8/12/2023). Dia ditahan setelah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus penerimaan gratifikasi.
"Menjadi kebutuhan proses penyidikan, tim penyidik menahan tersangka ED (Eko Darmanto)," kata Direktur Penyidikan KPK, Asep Guntur dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Jumat malam.
Asep mengatakan, penahanan Eko dilakukan untuk 20 hari pertama dimulai 8 Desember 2023 sampai dengan 27 Desember 2023. Dia bakal mendekam di Rumah Tahanan (Rutan) KPK.
Kasus ini bermula saat Eko menduduki jabatan selaku Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) di Ditjen Bea dan Cukai Kemenkeu RI pada 2007 silam. Dalam kurun waktu tersebut hingga 2023, dia sempat memegang jabatan strategis lainnya, yakni Kepala Bidang Penindakan, Pengawasan, Pelayanan Bea dan Cukai Kantor Bea dan Cukai Jawa Timur I (Surabaya); serta Kepala Sub Direktorat Manajemen Resiko Direktorat Informasi Kepabeanan dan Cukai pada Ditjen Bea dan Cukai.
Dengan jabatannya tersebut, Eko kemudian memanfaatkan dan memaksimalkan kewenangannya untuk menerima gratifikasi dari berbagai pihak. Khususnya, dari para pengusaha impor maupun pengusaha pengurusan jasa kepabeanan (PPJK) hingga dari pengusaha barang kena cukai.
"Tahun 2009, dimulai penerimaan aliran uang sebagai gratifikasi oleh ED melalui transfer rekening bank dengan menggunakan nama dari keluarga inti dan berbagai perusahaan yang terafiliasi dengan ED. Penerimaan gratifikasi ini berlangsung hingga tahun 2023," ungkap Asep.
Perusahaan yang terafiliasi dengan Eko diantaranya bergerak di bidang jual beli motor mewah Harley Davidson dan mobil antik. Kemudian, ada juga perusahaan konstruksi dan pengadaan sarana pendukung jalan tol.
Asep mengungkapkan, sebagai bukti permulaan, Eko diduga menerima uang gratifikasi sekitar Rp 18 miliar. KPK pun akan terus menelusuri dan mendalami aliran duit tersebut, termasuk pula mengusut dugaan adanya tindak pidana yang lain.
"Atas penerimaan berbagai gratifikasi tersebut, ED tidak pernah melaporkan KPK pada kesempatan pertama setelah menerima gratifikasi dalam waktu 30 hari kerja," jelas Asep.
Atas perbuatannya, Eko disangkakan melanggar Pasal 128 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang- Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.