Jumat 08 Dec 2023 21:58 WIB

Eko Darmanto Diduga Terima Gratifikasi Sejak 2009 Hingga 2023

Eko menerima gratifikasi itu melalui transfer rekening bank milik keluarga.

Rep: Flori Sidebang/ Red: Teguh Firmansyah
Mantan Kepala Kantor Bea Cukai Yogyakarta, Eko Darmanto memberikan keterangan pers usai mengklarifikasi laporan harta kekayaannya, di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Selasa (7/3/2023).
Foto: Republika/Flori Sidebang
Mantan Kepala Kantor Bea Cukai Yogyakarta, Eko Darmanto memberikan keterangan pers usai mengklarifikasi laporan harta kekayaannya, di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Selasa (7/3/2023).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menahan eks Kepala Bea Cukai Yogyakarta, Eko Darmanto terkait dugaan penerimaan gratifikasi. Dia diduga duit haram tersebut sejak 2009.

"Tahun 2009, dimulai penerimaan aliran uang sebagai gratifikasi oleh ED (Eko Darmanto)," kata Direktur Penyidikan KPK, Asep Guntur dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Jumat (8/12/2023) malam. 

Baca Juga

Asep mengatakan, Eko menerima gratifikasi itu melalui transfer rekening bank milik keluarga intinya dan berbagai perusahaan yang terafiliasi dengan dia. Diantaranya yang bergerak dibidang jual beli motor Harley Davidson dan mobil antik, serta perusahaan konstruksi dan pengadaan sarana pendukung jalan tol. "Penerimaan gratifikasi ini berlangsung hingga tahun 2023," ujar Asep.

Sebagai bukti permulaan, uang gratifikasi yang diterima Eko berjumlah sekitar Rp 18 miliar. Dia juga tidak pernah melaporkan ke KPK dalam kurun waktu 30 hari kerja sejak gratifikasi itu ia terima.

"KPK terbuka untuk terus menelusuri dan mendalami aliran uangnya termasuk pula adanya perbuatan pidana lain," jelas Asep.

Penyidikan kasus ini bermula dari pemeriksaan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) milik Eko Darmanto pada Selasa (7/3/2023). Saat itu dia dipanggil KPK untuk memberikan klarifikasi soal kekayaannya. Sebab, ia kerap kali membagikan gaya hidup mewah melalui media sosial atau flexing.

Dari hasil klarifikasi itu, KPK menilai, kekayaan Eko masuk dalam kategori outliers atau diluar kewajaran. Sebab, dia diketahui memiliki utang sebesar Rp 9 miliar, meski dalam LHKPN tercatat total kekayaannya mencapai Rp 15,7 miliar. Kasus ini pun naik ke tahap penyelidikan hingga akhirnya masuk penyidikan.

 

 

 

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement