REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Masyarakat Indonesia baru-baru ini dikejutkan dengan peristiwa pembunuhan empat orang anak yang diduga dibunuh ayahnya di daerah Jagakarsa, Jakarta Selatan. Peristiwa itu juga diawali kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), sehingga ibu dari empat anak itu pun sampai dirawat di rumah sakit.
Untuk mencegah terjadinya KDRT, Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Kementerian Agama (Bimas Islam Kemenag) mengimbau kepada setiap calon Pasangan Suami Istri (Pasutri) agar mempersiapkan diri dengan baik untuk menjadi kepala rumah tangga maupun ibu rumah tangga.
"Calon Pasutri harus matang secara emosional, matang secara sosial, dan siap secara ekonomi sebelum melangsungkan pernikahan," ujar Dirjen Bimas Islam Kemenag, Prof Kamaruddin Amin saat dihubungi Repubika.co.id, Jumat (8/12/2023).
Jika semua belum siap, menurut dia, maka bisa sangat rawan terjadi KDRT dan bahkan bisa berujung pada perceraian. "Jika semua itu belum siap banyak hal yang bisa terjadi, dampaknya sistemik, bisa terjadi KDRR, bisa ada perceraian, dan bisa melahirkan anak yang tidak berkualitas," ucap dia.
Untuk mencegah KDRT, menurut dia, Bimas Islam Kemenag melalui Kantor Urusan Agama (KUA) juga sudah memiliki program Bimbingan Perkawinan Calon Pengantin (Bimwin Catin). Di dalam bimbingan itu, setiap calon pengantin diberikan banyak materi, termasuk cara membangun keluarga Sakinah, Mawadah wa Rahmah.
Dalam program itu, menurut Kamaruddin, setiap calon pengantin diajarkan bagaimana cara menjadi ibu rumah tangga dan kepala rumah tangga yang baik. Selain itu, diberikan juga materi tentang kesehatan reproduksi agar bisa melahirkan generasi berkualitas dan tidak stunting.
"Kita juga ajarkan tentang menajemen keuangan keluarga dan seterusnya. Kita kerjasama dengan BKKBN dan juga Kemenkes. Nah, itu yang kita berikan kepada calon-calon pengantin, sehingga diharapkan bisa mencegah KDRT," kata Kamaruddin.
Namun, persoalan yang terjadi di rumah tangga bisa disebabkan banyak faktor, termasuk dalam peristiwa yang terjadi di Jagakarsa baru-baru ini. Karena itu, menurut dia, kasus seperti itu harus menjadi tanggung jawab bersama.
"Tentu faktornya banyak, kita belum tahu persis apa motifnya. Tapi saya kira tentu faktornya tidak sederhana. Mungkin karena masalah ekonomi di situ, mungkin ada masalah ketidakpahaman tentang sakralitas keluarga, tentang agama, dan segala macam, jadi faktornya banyak," jelas dia.
"Sehingga ya memang harus menjadi perhatian bersama seluruh komponen bangsa untuk kita bisa memberikan peehatian kepada keluarga-keluarga Indonesia," kata Kamaruddin.
Dia menambahkan, sebenarnya di KUA juga memberikan konsultasi bagi keluarga yang bermasalah. Misalnya, kalau ada keluarga yang menghadapi masalah, penghulu dan penyuluh agama itu akan memberikan konsultasi gratis.
"Tapi kan tidak bisa dilakukan sendiri tentunya, karena masalahnya sangat kompleks. Memang semua pihak harus memberi perhatian. Mungkin bukan hanya pemerintah tapi juga masyarakat, lingkungan sekitar," ujar dia.