REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Produksi berbagai komoditas pangan harus dilakukan dengan cara-cara yang berkelanjutan agar berdampak positif pada ekonomi dan sosial, juga pada aspek lingkungan seperti pada upaya pencegahan perubahan iklim.
Wakil Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan ALue Dohong menjelaskan Indonesia telah berkomitmen untuk mengimplementasikan ekonomi rendah karbon pada sektor pertanian, kehutanan dan penggunaan lahan (Agriculture, Forest, and Other Land Use/AFOLU) sebagai bagian dari aksi iklim.
Menurut Alue, implementasi komitmen tersebut tidak mudah mengingat Indonesia adalah produsen sejumlah komoditas pangan penting yang dibutuhkan global seperti kopi, kakao, minyak sawit dan, beras.
Alue mengingatkan produksi pangan yang tak berkelanjutan bisa berdampak buruk pada lingkungan seperti degradasi lahan, hilangnya cadangan karbon dan keanekaragaman hayati.
"Produksi beras pun berdampak lingkungan akibat penggunaan pupuk dan pestisida kimia yang memicu lepasnya gas metana," kata ALue saat memberi pidato kunci pada diskusi 'Collaborative Approaches on Strengthening Sustainability in Commodity and Food Systems,Land Use and Restoration Governance through Integrated Landscape Management for Multiple Benefits in Indonesia' di Paviliun Indonesia pada Konferensi Perubahan Iklim COP28 UNFCCC, Dubai, Uni Emirat Arab, Jumat, 8 Desember, 2023.
Alue menjelaskan, saat ini konsumen global semakin menuntut produk yang ramah lingkungan. Namun tantangannya, tidak semua petani bisa memanfaatkan peluang ini karena kurangnya akses pasar, dan keterbatasan kualitas untuk memenuhi standar pengelolaan lingkungan yang diterapkan.
Alue berharap forum antara negara Forest, Agriculture, Commodity, and Trade/FACT) Dialogue yang melibatkan multipihak bisa membantu memecahkan tantangan yang dihadapi dalam produksi pangan berkelanjutan.
Sementara itu Staf Ahli Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Musdhalifah Machmud menjelaskan, untuk mempromosikan produksi pangan berkelanjutan, pemerintah Indonesia saat ini sedang melaksanakan proyek FOLUR (Food Systems, Land Use, and Restoration) dengan dukungan pendanaan dari Global Environment Facility (GEF). "Proyek FOLUR bertujuan untuk mendukung transformasi pengelolaan sistem pangan dan lanskap untuk berbagai manfaat lingkungan," kata Musdalifah.
FOLUR akan fokus pada komoditas pangan yang merupakan komoditas penting Indonesia yaitu Kakao, kelapa sawit, kopi, dan beras. Cakupan proyek FOLUR meliputi enam aspek, yakni pertanian berkelanjutan, pemulihan lahan dan hutan, peran penting sektor swasta, inklusi gender, penguatan petani kecil, dan rantai nilai berkelanjutan.
FOLUR dilaksanakan di lima provinsi yaitu Aceh, Sumatra Utara, Kalimantan Barat, Sulawesi Selatan, dan Papua Barat.
Sementara itu Diah Suradiredja, dari Sekretariat FACT Dialogue Indonesia menjelaskan untuk mendukung produksi pangan berkelanjutan, dilakukan diskusi multipihak dengan empat tematik, yaitu perdagangan dan pengembangan pasar; dukungan petani kecil; ketertelusuran dan transparansi; dan penelitian, pengembangan, dan inovasi.
Diskusi dilakukan untuk berbagi ide, bertukar praktik terbaik, dan mendiskusikan aksi dengan berkolaborasi untuk mendukung produksi komoditas pangan berkelanjutan.
Turut menjadi pembicara pada diskusi itu, Direktur Pengolahan dan Pemasaran Kementerian Pertanian Prayudi Syamsuri, Sekjen Council of Palm Oil Producing Countries, Rizal Affandi Lukman, dan head of Sustainability Olam Food Ingredients Imam Suharto.