REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Eks Kepala Bea Cukai Yogyakarta, Eko Darmanto mengeklaim dirinya banyak mengungkap kecurangan di Ditjen Bea dan Cukai. Bahkan, dia mengaku menjadi korban karena sering membongkar permainan yang dilakukan koleganya.
Hal ini Eko sampaikan usai resmi ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan karena dugaan penerimaan gratifikasi. “Saya yang paling banyak mengungkap hal-hal yang tidak benar yang terjadi di Bea Cukai,” kata Eko kepada wartawan sebelum memasuki mobil tahanan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Jumat (8/12/2023) malam.
Eko menyebut, ada beberapa kecurangan yang telah dia ungkap. Diantaranya, yakni terkait impor emas dan penyelundupan gula yang berpotensi merugikan negara dan menyeret sejumlah pihak.
“Ada sembilan orang yang sudah masuk penjara, bekerja sama dengan kejaksaan, kejaksaan minta tolong saya, termasuk kasus yang paling besar yang anda ketahui, kasus emas. Di belakangnya (ada) saya. Dan sekarang terjadi penyelundupan gula. Dua tahun kerugian negara Rp 1,2 triliun,” ujar Eko.
Meski demikian, Eko enggan membeberkan identitas rekannya yang terjerat kasus tersebut. Dia juga tak mau berkomentar saat disinggung mengenai ada atau tidaknya keterlibatan pejabat bea cukai pusat.
Eko pun berharap keadilan baginya. Mengingat dia kerap membantu pengungkapan kasus yang melibatkan pegawai bea cukai. “Karena kerugian negara sangat besar dan masih banyak kasus-kasus lain. Tadi sudah saya sampaikan ke penyidik di dalam,” ujar dia.
Eko diduga memanfaatkan dan memaksimalkan kewenangannya untuk menerima gratifikasi dari berbagai pihak. Khususnya, dari para pengusaha impor maupun pengusaha pengurusan jasa kepabeanan (PPJK) hingga dari pengusaha barang kena cukai.
"Tahun 2009, dimulai penerimaan aliran uang sebagai gratifikasi oleh ED melalui transfer rekening bank dengan menggunakan nama dari keluarga inti dan berbagai perusahaan yang terafiliasi dengan ED. Penerimaan gratifikasi ini berlangsung hingga tahun 2023," kata Direktur Penyidikan KPK, Asep Guntur dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Jumat (8/12/2023).
Perusahaan yang terafiliasi dengan Eko diantaranya bergerak di bidang jual beli motor mewah Harley Davidson dan mobil antik. Kemudian, ada juga perusahaan konstruksi dan pengadaan sarana pendukung jalan tol.
Asep mengungkapkan, sebagai bukti permulaan, Eko diduga menerima uang gratifikasi sekitar Rp 18 miliar. KPK pun akan terus menelusuri dan mendalami aliran duit tersebut, termasuk pula mengusut dugaan adanya tindak pidana yang lain.
"Atas penerimaan berbagai gratifikasi tersebut, ED tidak pernah melaporkan KPK pada kesempatan pertama setelah menerima gratifikasi dalam waktu 30 hari kerja," jelas Asep.
Atas perbuatannya, Eko disangkakan melanggar Pasal 128 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang- Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.