Sabtu 09 Dec 2023 19:05 WIB

BEM Nusantara Wilayah DKI Jakarta Tuntut Independensi KPK dengan Merevisi UU KPK

Perbaikan penanganan tipikor butuh produk hukum yang lebih baik.

Koordinator Daerah Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Nusantara Wilayah DKI Jakarta periode 2023-2024 yang juga mahasiswa  Fakultas Hukum (FH) Universitas Krisnadwipayana (Unkris) , Piere Alexander Latulory Lailossa.
Foto: Unkris.
Koordinator Daerah Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Nusantara Wilayah DKI Jakarta periode 2023-2024 yang juga mahasiswa Fakultas Hukum (FH) Universitas Krisnadwipayana (Unkris) , Piere Alexander Latulory Lailossa.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Terjeratnya Ketua KPK Firli Bahuri dalam kasus dugaan pemerasan terhadap mantan Menteri Pertanian, Syahrul Yasin Limpo, akan semakin memperburuk citra KPK di tengah masyarakat. Tingkat kepercayaan publik terhadap lembaga antirasuah tersebut akan terus menurun dan ini dapat mempengaruhi Indeks Persepsi Korupsi Masyarakat Indonesia.

“Jika KPK sebagai lembaga yang dibangun untuk menangani kasus korupsi saja terjebak dalam tindak korupsi, bagaimana publik bisa percaya terhadap kinerja lembaga tersebut,” kata Koordinator Daerah Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Nusantara Wilayah DKI Jakarta periode 2023-2024, Piere Alexander Latulory Lailossa, dalam keterangan tertulisnya, Sabtu (9/12/2023).

Baca Juga

Menurut Piere yang juga merupakan mahasiswa Fakultas Hukum (FH) Universitas Krisnadwipayana (Unkris), fakta tersebut akan memperberat upaya pemerintah untuk meyakinkan masyarakat terkait pemberantasan kasus korupsi. Terlebih beberapa kasus korupsi yang menjerat oknum pejabat, oknum anggota dewan, dan lainnya banyak yang tidak terselesaikan secara transparan.

"Padahal data menunjukkan kasus-kasus korupsi di Indonesia hingga kini tak kunjung menurun, meski ancaman hukuman terhadap pelaku korupsi sudah diatur Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan disinergikan dengan KUHP," jelas Piere.

Dalam Pasal 2 disebutkan setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonornian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun dan denda paling sedikit dua ratus juta rupiah dan paling banyak satu miliar rupiah. Dalam hal tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dalam keadaan tertentu, pidana mati dapat dijatuhkan.

Meski ancaman hukuman cukup berat, lanjut Piere, masih banyak oknum pelaku yang tak gentar melakukan korupsi. Data menunjukkan pada semester I tahun 2023, KPK menerima 2.707 laporan masyarakat soal dugaan tindak pidana korupsi di berbagai instansi pemerintah (kementerian/lembaga/pemerintah daerah, baik provinsi, kabupaten, maupun kota, kemudian BUMN dan BUMD). Daerah dengan laporan terbanyak adalah DKI Jakarta dengan 359 laporan.

Menurut Piere, KPK menjadi tidak berdaya karena memiliki banyak hambatan seperti hambatan struktural, hambatan kultural, hambatan instrumental, hingga hambatan manajemen. Berbagai macam hambatan ini sangat berpengaruh pada efektivitas pemberantasan kasus korupsi di Indonesia, terutama jika tidak ada keinginan kuat dari pemerintah dan masyarakat untuk menghapus budaya korupsi.

Karena itu, Piere menilai, pemerintah harus terus melakukan berbagai pembenahan yang dapat mendukung upaya pemberantasan korupsi. Pembenahan ini bisa dimulai dengan perbaikan regulasi, peningkatan kualitas SDM yang bertugas dalam penanganan tindak pidana korupsi (tipikor), peningkatan kesejahteraan penegak hukum, hingga penerapan hukuman yang efektif.

“Pemerintah harus bisa mengutamakan masuknya unsur keadilan pada pelaksanaan tugas dan tanggung jawabnya dalam memberantas korupsi di Indonesia,” tegas Ketua BEM Unkris periode 2022-2023 tersebut.

Piere juga memandang bahwa semangat reformasi harus tetap nyata diaplikasikan dalam regulasi dan pelaksanaan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Penguatan kewenangan dan independensi KPK harus dikembalikan dan dijamin kepastiannya di dalam hukum. Tuntutan rakyat akan terciptanya tatanan yang bersih dari korupsi, kolusi, dan nepotisme harus segera diwujudkan, sesuai dengan yang diamanatkan dalam TAP MPR RI No.XI/MPR/1998 yang berisi tentang Penyelanggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN).

BEM Nusantara Wilayah DKI Jakarta, kata Piere, sepakat untuk menuntut dan menyuarakan pengembalian independensi KPK dengan merevisi UU KPK, optimalkan metode pencegahan terjadinya teransparasikan masalan korupsi di DKI Jakarta, dan kolaborasikan pengawasan serta pengawalannya bersama publik termasuk di dalamnya mahasiswa.

Piere menilai salah satu hal penting untuk memperbaiki penanganan tipikor ialah melahirkan produk hukum yang lebih baik. Sebab setelah UU KPK direvisi, produk terbaru bukannya menguatkan posisi KPK dalam memberantas tipikor melainkan melahirkan jawaban yang sebaliknya. Misalnya masalah terbukanya intervensi lembaga negara lain terhadap KPK, status kepegawaian KPK sebagai ASN, hingga masalah status penyelidik dan penyidik di KPK.

“Pemberlakuan UU Nomor 19 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua atas UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK, sungguhlah melahirkan suatu kemerosotan dalam penanganan tipikor di tanah air. Setelah dikeluarkannya putusan MK No.70/PUU-XVII/2019 memang cukup membawa angin segar, namun hanya pada wilayah kewenangan penyadapan, penggeledahan, penyitaan serta penghentian penyidikan dan penuntutan,” tutup Piere.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement