Sabtu 09 Dec 2023 22:05 WIB

Data Pemilih Bocor, Pakar Minta Perbaikan Sistem Digital KPU secara Menyeluruh

Bukan tidak mungkin ke depannya masalah serupa bisa terulang.

Red: Karta Raharja Ucu
Pakar digital Anthony Leong mengusulkan perbaikan terkait adanya kebocoran data pemilu milik Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Foto: Republika.co.id
Pakar digital Anthony Leong mengusulkan perbaikan terkait adanya kebocoran data pemilu milik Komisi Pemilihan Umum (KPU).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar digital Anthony Leong mengusulkan perbaikan terkait adanya kebocoran data pemilu milik Komisi Pemilihan Umum (KPU). Usulan itu disampaikan Anthony setelah 204 juta data Daftar Pemilih Tetap (DPT) dalam situs KPU diduga bocor karena dibobol hacker bernama Jimbo yang berhasil melakukan peretasan dengan cara phising.

Jimbo setidaknya menjual 204 juta data tersebut di dark web seharga 2 Bitcoin atau 74.000 dolar AS atau hampir Rp 1,2 miliar. Anthony menyebut bukan tidak mungkin ke depannya masalah serupa bisa terulang dengan sistem birokrasi dan regulasi. Bahkan kebocorannya bukan sekadar tanggal lahir saja.

"Data bocor (leaked) kemarin perlu dicermati dengan serius. Ada NIK, No. KK, nomor KTP (berisi nomor paspor untuk pemilih yang berada di luar negeri), nama lengkap, jenis kelamin, tanggal lahir, tempat lahir, status pernikahan, alamat lengkap, RT, RW, kodefikasi kelurahan, kecamatan dan kabupaten serta kode TPS. Sekecil apapun data yang bocor itu bahaya untuk masyarakat, karena itu kan kalau tindak kejahatan digital itu sudah bisa profiling. Dan bisa sangat mendalam apabila dikombinasikan dengan data-data di paltform sebelumnya yang bocor,"  kata Anthony di Jakarta, (9/12/2023).

Wakil Sekretaris Jenderal Badan Pengurus Pusat  Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) itu berharap UU Perlindungan data pelanggan digital dapat disegerakan. Hal ini agar memberikan kewajiban dan pengamanan data bagi pengelola data. Ia juga menyebut perlu mewajibkan audit keamanan dan pengujian terhadap basis data dan sistem surrounding.