REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penanganan limbah medis harus ditangani dengan serius karena tergolong kategori bahan beracun dan berbahaya (B3). Limbah ini dapat membahayakan kesehatan masyarakat dan lingkungan jika dikelola hanya seperti sampah pada umumnya.
Maka dari itu, semua pihak harus bekerja sama untuk menyelesaikan persoalan tersebut. General Manager Sales PT Prasadha Pamunah Limbah Industri (PPLi) Yurnalisdel menyampaikan bahwa diperlukan pemahaman yang sama antara penghasil limbah, pelaku industri dan regulator dalam pengelolaannya.
"PPLI dengan fasilitas yang dimiliki siap bersinergi dengan berbagai instansi fasilitas layanan kesehatan disini dalam pengelolaan limbah medisnya," kata Yurnalisdel dalam Workshop Pengelolaan Limbah B3 Fasyankes Secara Terpadu dan Terintegrasi, Banyuwangi, Rabu (6/12/2023) lalu.
Untuk penanganan limbah medis sendiri, kata pria yang akrab disapa Fadel itu, PPLI dalam pemusnahan limbah medis menggunakan teknologi ramah lingkungan berupa insinerator teknologi terbaru yang memiliki kapasitas 50 ton per hari dengan sistem pemantauan emisi yang terus menerus melalui penerapan teknologi continuous emission monitoring system (CEMS).
Tidak hanya dimusnahkan dengan proses insinerasi, tapi residu dari proses inisinerasi, sesuai ketetuan regulasi dalam pengelolaan limbah medis, juga dikelola lebih lanjut oleh PPLi dengan mekanisme penimbusan pada eco-landfill berizin guna memastikan bahwa limbah medis telah termusnahkan seutuhnya dan tidak mencemari lingkungan. Hal ini sesuai dengan salah satu prinsip dasar dalam pengelolaan limbah B3, from cradle to grave, yaitu suatu rangkaian kegiatan pengelolaan limbah B3 yang dilakukan sejak dari dihasilkannya limbah B3 tersebut sampai dengan pemusnahan akhir.
Fadel dalam kesempatan tersebut juga menyampaikan prosedur dalam penanganan dan pengangkutan limbah medis di PPLI. Dalam prosesnya, pegawai yang melakukan pengambilan di rumah sakit semua memakai alat pelindung diri (APD) khusus untuk mencegah paparan kepada para pekerja.
APD itu pun sekali pakai yang nantinya akan dilebur bersama insinerator. Karyawan yang menerima atau mengambil juga tidak boleh membuka atau mengecek limbah karena akan langsung diarahkan ke insinerator untuk dibakar. "Kami memastikan penanganan limbah medis ditangani baik dan profesional," ujarnya.
Dalam kesempatan yang sama, Sub Koordinator Analis dan Standardisasi Lingkungan, Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Banyuwangi, Purwaningsih menuturkan bahwa pengolahan limbah medis di wilayahnya cukup baik. Namun, masih ada kendala perihal sumber daya manusia serta storage penyimpanan limbah.
Pihaknya pun menilai peran PPLI dalam pengolahan limbah medis di Banyuwangi sangat membantu. Harapannya kolaborasi antar-stakeholder dapat menyelesaikan permasalahan penanganan limbah di Banyuwangi.
"Sudah bagus, sudah membantu kami selaku pemerintah untuk pengelolaan limbah B3. Harapan kami, karena ada keterbatasan dana dan anggaran sosialisasi, kami berharap CSR dari pihak ketiga, kalau bisa ada kendaraan (pengangkut) B3," katanya.
Kemudian, Wakil Ketua Himpunan Ahli Kesehatan Lingkungan Indonesia (HAKLI) Endang Sri Lestari juga mengutarakan kendala yang harus dihadapi untuk penanganan limbah, yakni soal akses pengangkutan serta penyimpanan limbah di daerah pelosok. Hal ini perlu menjadi perhatian dari pemerintah setempat.
"Itu ada kendala bagaimana pengangkutannya karena sesuai regulasi tidak boleh lebih dari dua hari. Semoga ini bisa diselesaikan," ujarnya.
Selain itu, Rustam salah satu Kepala Puskesmas di Kabupaten Banyuwangi menambahkan bahwa proses penanganan limbah medis sudah dilakukan baik oleh PPLi melalui rekanannya untuk wilayah Banyuwangi dan sekitarnya, PT Transwaste Moda Indonesia. "Jujur sangat membantu sekali dalam pengolahan limbah B3 di Banyuwangi, karena bisa membantu pengolahan limbah, tidak bingung-bingung membuang limbahnya, langsung ke PPLI aja kalau begitu," katanya.
Kegiatan yang digelar DLH Banyuwangi tersebut diikuti oleh sejumlah Puskesmas, RSUD, RS Swasta, Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Ikatan Bidan Indonesia (IBI) se-Kabupaten Banyuwangi, Perhimpunan Klinik dan Fasyankes Indonesia (PKFI), Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) serta Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI).