REPUBLIKA.CO.ID, KUALA LUMPUR -- Malaysia menyesalkan kegagalan Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengadopsi resolusi yang menuntut gencatan senjata kemanusiaan segera di Gaza pada 8 Desember 2023 karena veto Amerika Serikat (AS).
Kementerian Luar Negeri (KLN) Malaysia dalam keterangan tertulis, Ahad (10/12/2023), mengatakan Malaysia menolak pernyataan bahwa gencatan senjata yang dilakukan segera “hanya akan menjadi benih untuk perang berikutnya”.
Wisma Putra, sebutan untuk Kementerian Luar Negeri Malaysia, mengatakan agresi yang berterusan oleh Israel melawan warga tidak berdosa di Gaza dan Wilayah Pendudukan Palestina pada umumnya, justru menimbulkan ancaman nyata dan berterusan terhadap perdamaian abadi dan solusi akhir dua negara.
Fakta bahwa draf resolusi tersebut telah mendapat dukungan signifikan dari 102 negara, termasuk Malaysia, merupakan bukti bahwa komunitas internasional untuk segera mengakhiri serangan mengerikan di Gaza.
Keterangan itu menyebutkan bahwa Malaysia mengulangi seruan untuk segera melakukan gencatan senjata kemanusiaan, perlindungan warga sipil, dan pengiriman mendesak bantuan penyelamatan nyata kepada warga Gaza.
Wisma Putra menegaskan bahwa Malaysia tidak akan menyerah pada keyakinan bahwa rakyat Palestina berhak atas kemerdekaannya sendiri dan negara berdaulat, berdasarkan pada perbatasan pra-1967, dengan Yerusalem Timur sebagai Ibu Kota-nya.
Perdana Menteri Malaysia Anwar Ibrahim melalui akun media sosialnya menyatakan keberatan terhadap sikap AS yang menggunakan hak veto menolak gencatan senjata kemanusiaan segera di Gaza. “Sungguh aneh dan di luar kewarasan manusia apabila ada pihak yang mendukung dan bungkam terhadap pembantaian anak-anak dan perempuan tak berdosa serta warga sipil,” kata Anwar.
Seharusnya, menurut dia, hal itu harus segera dihentikan dan sangat disesalkan karena jelas-jelas tidak peduli dengan hak asasi manusia dan terus membiarkan Israel membunuh secara kejam rakyat Palestina di Gaza.