Senin 11 Dec 2023 14:52 WIB

Waspadalah, 2024 Diprediksi Jadi Tahun Terpanas dalam Sejarah Manusia, Apa yang Terjadi?

Tahun 2024 diperkirakan bisa menjadi tahun terpanas dalam sejarah umat manusia.

Rep: Santi Sopia/ Red: Natalia Endah Hapsari
Perubahan iklim, ditambah dengan peristiwa El Nino yang signifikan, telah berkontribusi terhadap suhu yang sangat panas./ilustrasi
Foto: EPA-EFE/RUNGROJ YONGRIT
Perubahan iklim, ditambah dengan peristiwa El Nino yang signifikan, telah berkontribusi terhadap suhu yang sangat panas./ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA---Tahun 2024 diperkirakan bisa menjadi tahun terpanas dalam sejarah umat manusia dengan suhu yang akan melebihi 1,5 derajat Celcius. Badan Meteorologi Inggris memperkirakan bahwa tahun 2024 akan melampaui tahun 2023 sebagai tahun terpanas yang pernah ada. "Tahun depan akan menjadi tonggak sejarah yang mengkhawatirkan dalam sejarah iklim," demikian menurut prediksi Badan Meteorologi Inggris, seperti dilansir dari Daily Mail, Senin (11/12/2023).

Meskipun tahun 2023 sempat diperkirakan akan menjadi tahun terpanas, namun rupanya di 2024 diprediksi akan memecahkan rekor. Kantor Meteorologi mengatakan bahwa perubahan iklim, ditambah dengan peristiwa El Nino yang signifikan, telah berkontribusi terhadap suhu yang sangat panas.

Baca Juga

Para ilmuwan memperkirakan bahwa suhu tahun depan akan berada antara 2,41°F (1,34 derajat Celcius) dan 2,84°F (1,58 derajat Celcius) di atas rata-rata pra-industri.

Dr Dunstone, yang memimpin perkiraan tersebut, mengatakan prakiraan ini sejalan dengan tren pemanasan global yang sedang berlangsung sebesar 0,2 derajat Celcius per dekade, dan didorong oleh peristiwa El Niño yang signifikan.

"Kami memperkirakan akan terjadi dua tahun baru yang memecahkan rekor suhu global secara berturut-turut, dan, untuk pertama kalinya, kami memperkirakan peluang yang masuk akal bahwa suatu tahun akan melebihi 1,5 derajat Celcius [2,7°F] untuk sementara waktu," kata dia.

Pada tahun 2015, negara-negara sepakat untuk menghentikan kenaikan suhu global melebihi 1,5°C, karena pada titik inilah iklim mulai menjadi sangat tidak stabil.

Dr Dunstone menekankan bahwa satu peristiwa sementara yang suhunya melebihi 1,5°C tidak akan dianggap sebagai pelanggaran terhadap Perjanjian Paris. Namun, ia mengatakan bahwa hal ini 'tentu saja akan menjadi tonggak sejarah iklim'.

Suhu tahun depan akan meningkat karena sejumlah faktor selain perubahan iklim yang disebabkan oleh aktivitas manusia.

Profesor Adam Scaife dari Kantor Meteorologi mengatakan selain peristiwa El Niño, bumu juga mengalami anomali suhu tinggi di Atlantik Utara dan Samudra Selatan dan bersama dengan perubahan iklim. Faktor-faktor inilah yang menyebabkan suhu global ekstrem yang baru.

Fluktuasi alami suhu global memang terjadi dan tahun-tahun berikutnya kemungkinan besar tidak akan melebihi batas 1,5°C. Namun, Profesor Scaife mengatakan perubahan iklim masih menjadi faktor terpenting. ''Pemicu utama suhu yang memecahkan rekor ini adalah pemanasan yang disebabkan oleh aktivitas manusia sejak dimulainya Revolusi Industri,” kata dia.

Prediksi ini muncul setelah serangkaian peristiwa cuaca yang memecahkan rekor. Tahun ini, bulan November terpanas dalam sejarah merupakan bulan kelima yang memecahkan rekor secara berturut-turut.

Badan Meteorologi mengatakan bahwa tahun 2023 melebihi prediksi suhunya dan sekarang hampir pasti menjadi tahun terpanas yang pernah ada. Pada akhir tahun 2022, Met Office memperkirakan bahwa suhu global akan berada antara 1,94°F (1,08°C) hingga 2,38°F (1,32°C) di atas rata-rata.

Badan Meteorologi mengonfirmasi bulan lalu sebagai bulan Juni terpanas. Namun, suhu rata-rata selama 11 bulan terakhir adalah 2,52°F (1,4°C) di atas rata-rata pada tahun 1850-1900.

Saat ini, perundingan akhir COP28 sedang berlangsung dengan harapan besar bahwa beberapa perwakilan  akan menyetujui rencana penghapusan penggunaan bahan bakar fosil secara bertahap.

Metana, salah satu gas rumah kaca yang berkontribusi terhadap pemanasan global, juga telah menjadi target sejumlah komitmen iklim pada konferensi tersebut. Namun, studi terbaru dari Global Carbon Budget menemukan bahwa emisi dari pembakaran bahan bakar fosil mencapai rekor tertinggi pada  2023.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement