REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kebijakan Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM) yang diluncurkan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) tahun 2020 lalu telah memfasilitasi hampir 1 juta mahasiswa untuk mengeksplorasi minat dan aspirasi mereka melalui pembelajaran di luar kampus.
Dampak dari pengimplementasian kebijakan itu disebut telah terlihat dalam berbagai aspek. Studi Dampak Kompetensi yang dilakukan terhadap mahasiswa menunjukkan, peserta program-program Kampus Merdeka memiliki waktu tunggu kerja tiga bulan lebih singkat dengan rata-rata gaji 2,2 kali lebih besar dari rata-rata nasional.
“Mahasiswa mau mengikuti program, dan para orang tua mendorong anak mereka mengikuti program ini agar mendapat kesempatan yang lebih baik. Hasil ini membuktikan bahwa pengalaman mereka menghasilkan dampak ekonomi yang riil,” tutur Mendikbudristek Nadiem Anwar Makarim pada gelaran Vokasifest x Festival Kampus Merdeka di Jakarta, Senin (11/12/2023).
Nadiem menuturkan, Indonesia perlu bergerak lebih cepat untuk menjadi kekuatan besar dunia dengan adanya bonus demografi. Dengan jumlah penduduk usia produktif mencapai 213 juta orang di tahun 2045, Indonesia diharapkan dapat segera keluar dari middle income trap, bahkan menjadi kekuatan dunia dengan proyeksi Pendapatan Domestik Bruto (PDB) terbesar keempat di dunia pada tahun 2050.
Menurut Nadiem, perjalanan kebijakan Merdeka Belajar cukup menantang. Berbagai survei menunjukkan masalah kesenjangan antara dunia pendidikan dengan dunia industri. Di mana satu dari lima anak muda menganggur, dan empat dari lima perusahaan sulit mencari lulusan perguruan tinggi. Pengeluaran per lulusan pendidikan tinggi terbilang cukup rendah, demikian halnya dengan anggaran untuk penelitian.
Karena itu, transformasi dilakukan pada pendidikan tinggi dan vokasi dengan menyasar tiga hal. Pertama, mengubah pendidikan yang sebelumnya kaku dan sulit bergerak menjadi lebih terbuka terhadap inovasi. Kedua, mengembangkan pembelajaran yang terintegrasi dengan industri dan daerah. Ketiga, membangun pendidikan juga menjadi lebih inklusif, aman dan memberdayakan.
“Pendidikan tinggi dan vokasi punya dampak tercepat dalam membangun SDM. Anak-anak yang keluar dari perguruan tinggi dan sekolah vokasi langsung terjun ke dalam lapangan kerja, hal tersebut berdampak langsung untuk memperbesar ekonomi Indonesia,” ujar Nadiem.
Nadiem menerangkan, program-program Kampus Merdeka yang menjadi salah satu perwujudan dari pembelajaran yang terintegrasi, telah diikuti lebih dari 900 ribu mahasiswa dan lebih dari 14 ribu praktisi. Platform Kampus Merdeka yang dikembangkan Kemendikbudristek juga telah menjadi sarana yang mempertemukan perguruan tinggi, mahasiswa, dan industri.
"Lebih dari seribu perguruan tinggi serta sekitar 1,2 juta mahasiswa dan 5.200 mitra industri telah bergabung ke dalam platform ini," tutur dia.
Dampak positif MBKM, menurut Nadiem, sudah terlihat dan diakui dunia. Salah satu buktinya terlihat dari peringkat Indonesia di Global Talent Competitiveness Index yang naik 14 peringkat, dari posisi 89 di tahun 2013-2018, menjadi posisi 75 di tahun 2019-2023.
“Indonesia adalah negara kedua yang peringkatnya melompat paling tinggi. Ini sungguh pencapaian yang luar biasa,” kata Nadiem.
Pada kesempatan itu Nadiem menegaskan komitmen Kemendikbudristek untuk membuka kesempatan bagi lebih banyak mahasiswa mengikuti program-program Kampus Merdeka di tahun mendatang. Kuota mahasiswa peserta program pun akan ditingkatkan dari 421 ribu peserta di tahun 2023 menjadi 675 peserta di tahun 2024.
“Ke depannya kami akan membuka kesempatan lebih besar lagi untuk seluruh pihak mengikuti program ini. Mari kita lanjutkan momentum transformasi Merdeka Belajar untuk generasi berikutnya,” ujar dia.