KALTIMTARA, REPUBLIKA – Wartawan Anas Al-Sharif, yang ayahnya wafat akibat serangan udara Zionis Israel, mengatakan kepada Al Jazeera pada Selasa (12/12/2023), Israel tidak ingin dunia melihat apa yang terjadi di Gaza. Tidak ingin dunia tahu kekejaman genosida yang masih terus dilakukan di Gaza.
“Tapi saya akan terus meliput kejahatan Israel terhadap rakyat Palestina di Gaza. Pasukan penjajah menargetkan rumah tempat ayah saya tinggal di kamp Jabalia, dan ia syahid. Saya tidak dapat mendekati rumah saya, yang dibom akibat serangan Israel yang terus menerus,” ujar Anas.
Anas Al-Sharif mengaku tidak dapat menguburkan ayahnya lantaran pemboman Israel terus dilakukan kepada rakyat sipil.
“Kami harus menguburkannya di halaman sekolah. Meski begitu, saya akan terus meliput kejahatan Israel terhadap warga Palestina di Gaza. Penjajah tidak ingin gambar itu dipublikasikan, dan kami akan terus meliputnya meskipun ada pengepungan,” tegasnya.
Pasukan Zionis Israel terus membombadir warga sipil, tak terkecuali jurnalis dan medis.
Bahkan, dilaporkan Quds News Network, Israel juga membakar bangunan di sekitar tempat pengungsian PBB di Jabaliya. Israel terus beraksi sangat dekat dengan lokasi pengungsian untuk mencegah pasukan Islam melakukan serangan besar. Zionis menjadikan pengungsi sebagai tameng manusia.
Sebelumnya, pada Rabu (6/12/2023), Koresponden Al Jazeera di Gaza Moamen Al Sharafi harus rela akan kehilangan 22 anggota keluarganya dalam serangan Israel di kamp pengungsi Jabalia, di Gaza Utara.
Pengeboman Zionis itu telah merenggut nyawa orang-orang terdekat Al Sharafi. Orang tua Al Sharafi, Mahmoud dan Amina serta saudara kandung dan pasangan mereka, juga keponakannya meninggal dunia akibat serangan Israel. Al Sharafi mengatakan, sebuah tong peledak menghantam rumah keluarganya sehingga menyebabkan lubang yang dalam.
Israel juga menyerbu sekolah-sekolah UNRWA, yang menampung ribuan pengungsi, di sebelah barat kamp Jabaliya. Sekaligus menangkap laki-laki berusia di atas 15 tahun, melucuti pakaian mereka, mengambil perempuan dan anak-anak, dan melepaskan tembakan di sekitar mereka.
Genosida Renggut 18.205 Nyawa
Kementerian Kesehatan di Gaza melaporkan, sampai Senin (11/12/2023) sebanyak 18.205 jiwa meninggal dunia. Selanjutnya 49.645 orang luka-luka sejak awal genosida Israel di Gaza. Dari jumlah itu, sebanyak 82 orang di antaranya jurnalis.
“Kami menyerukan tim medis di seluruh dunia pergi ke Jalur Gaza untuk menyelamatkan nyawa orang yang terluka. Kami kehilangan ratusan orang terluka yang menunggu perawatan di luar Gaza. Pasukan penjajah mencegah korban luka di pusat kesehatan di Jalur Gaza utara mencapai rumah sakit,” demikian pernyataan Kemenkes di Gaza.
Perwakilan Uni Eropa untuk Urusan Luar Negeri dan Keamanan, mengungkap kehancuran di Jalur Gaza leih besar dibanding kehacuran di Jerman selama Perang Dunia II.
Selain membantai para jurnalis di Gaza, Israel juga meminta pihak Meta dan Tiktok untuk menghapus postingan ihwal Gaza, Hamas dan Palestina. Ribuan postingan telah dihapus di sosial media, terutama di Instagram, Facebook dan Tiktok.
Bahkan, sejumlah akun-akun besar dengan pengikut jutaan tumbang akibat terlalu sering memposting soal genosida di Gaza. Beberapa akun besar yang dibanned itu, tak hanya akun milik warga Palestina atau orang Eropa, tapi juga banyak akun besar Indonesia yang dibanned. Satu-satunya platform yang relatif aman, Telegram, yang dimiliki Rusia. Rilis-rilis Hamas juga disebar melalui Telegram.
Pada awal-awal genosida di medio Oktober silam, pendiri Telegram, Pavel Durov menolak menutup channel Telegram milik pejuang Palestina, Hamas. Durov menegaskan, menutup Telegram Hamas dapat memperburuk situasi saat menerima informasi tentang perkembangan pertempuran Palestina dan Israel.
Warga Israel Takut Dibunuh Tentara IDF
Sementara rekaman audio kemarahan sandera pada pemerintah Israel bocor ke publik. Rekaman itu berisi pertemuan antara sandera Israel yang dibebaskan Hamas, dengan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu, yang dirilis media Israel, Ynet. Salah satu mantan sandera mengungkapkan ketakutannya akan dibunuh pemboman oleh tentara IDF, bukan oleh Hamas.
“Saya berada di salah satu rumah, pemboman terjadi di mana-mana. Kami berada di dalam terowongan, sangat takut. Bukan takut karena Hamas akan membunuh kami, tapi Israel akan membunuh kami dengan mengebom dan mengeklaim bahwa Hamas yang membunuh kami. Saya sangat meminta agar pertukaran tahanan dimulai,” ungkapnya.
Mantan sandera lainnya mengisahkan bagaimana mereka dibom dalam tempat persembunyian dan ditembaki helikopter tentara IDF.
Editor: Rudi Agung