REPUBLIKA.CO.ID, NAYPYIDAW -- Myanmar telah menjadi sumber penghasil opium terbesar di dunia. Menurut Badan PBB Urusan Narkoba dan Kejahatan (UNODC) pada Selasa (12/12/2023), kondisi itu terjadi karena ketidakstabilan dalam negeri dan penurunan budi daya di Afghanistan.
Penurunan budi daya opium sebesar 95 persen di Afghanistan setelah pelarangan narkoba oleh Taliban pada 2022 telah menyebabkan pasokan global beralih ke Myanmar. Naypyidaw saat mengalami ketidakstabilan politik, sosial, dan ekonomi yang disebabkan oleh kudeta 2021 sehingga mendorong banyak orang beralih ke pertanian opium.
Petani Myanmar kini memperoleh penghasilan sekitar 75 persen lebih banyak dari pertanian opium poppy. Harga rata-rata bunga opium telah mencapai sekitar 355 dolar AS per kilogram dan area budi daya telah meningkat sebesar 18 persen dari tahun ke tahun. Jumlah lahan yang awalnya 40.100 menjadi 47.000 hektare sehingga meningkatkan potensi hasil panen ke tingkat tertinggi sejak 2001.
“Gangguan ekonomi, keamanan, dan pemerintahan yang terjadi setelah pengambilalihan kekuasaan oleh militer pada Februari 2021 terus mendorong para petani di daerah terpencil untuk mencari opium untuk mencari nafkah,” kata Perwakilan Regional UNODC Jeremy Douglas dikutip dari trtworld.
Kawasan budi daya opium berkembang paling luas di wilayah perbatasan Myanmar di Negara Bagian Shan bagian utara, kemudian negara bagian Chin dan Kachin. Laporan UNODC menyatakan, hasil panen meningkat sebesar 16 persen menjadi 22,9 kilogram per hektare karena praktik pertanian yang lebih canggih.
Douglas mengatakan, peningkatan pertempuran antara militer Myanmar dan kelompok etnis minoritas bersenjata kemungkinan besar akan mempercepat perluasan penanaman opium.
Perluasan penanaman opium berdampak pada pertumbuhan pasar gelap di Myanmar. Pasar gelap ini mendorong peningkatan produksi dan perdagangan obat-obatan sintetis serta perusahaan kriminal lainnya mulai dari pencucian uang hingga pusat penipuan daring yang dijalankan oleh kejahatan terorganisasi.