REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar hukum dari Universitas Mulawarman Herdiansyah Hamzah memprotes keras koruptor Eddy Rumpoko yang dimakamkan di Taman Makam Pahlawan (TMP) Suropati, Kota Malang, Jawa Timur. Padahal mantan Wali Kota Batu itu merupakan terpidana perkara suap dan penerimaan gratifikasi.
Herdiansyah memandang tindakan tersebut dapat digolongkan menghina standar kewarasan masyarakat. "Pemakaman mantan napi koruptor di TMP itu seperti menghina dan menginjak-injak kewarasan publik," kata Herdiansyah kepada Republika, Selasa (12/12/2023).
Herdiansyah menegaskan aksi kejahatan yang dilakukan Eddy tak pantas membuatnya layak tidur panjang di TMP. Herdiansyah merasa penempatan jenazah Eddy di TMP seakan melupakan kejahatannya.
"Bagaimana mungkin penjarah uang rakyat justru dimakamkan di TMP? Itu seperti mengelu-elukan penjahat," Herdiansyah.
Herdiansyah menyatakan bagi manusia dengan logika normal tak akan membuat Eddy dimakamkan di TMP. Sebab hal itu justru membuat Eddy si koruptor disejajarkan dengan pahlawan.
"Ini bukan lagi sekedar permisif terhadap koruptor, tapi sudah menyematkannya gelar pahlawan," ujar Herdiansyah.
Herdiansyah menduga hal semacam ini terjadi karena Indonesia kehilangan keteladanan dalam berperilaku anti korupsi. Kondisi ini menurutnya membuat nalar tak berjalan sehat hingga Eddy ditempatkan di TMP.
"Apa kita semua sudah gila? Standar moralitas kita sudah benar-benar hancur. Kita kehilangan panutan dan keteladanan dalam pemberantasan korupsi," ucap Herdiansyah.
Diketahui, Eddy Rumpoko dilaporkan meninggal dunia di Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Dr Kariadi, Kota Semarang, Jawa Tengah, Kamis (30/11/2023), sekitar pukul 05.30 WIB karena sakit. Eddy Rumpoko merupakan suami dari Wali Kota Batu periode 2017-2022, Dewanti Rumpoko. Eddy Rumpoko lahir di Manado, Sulawesi Utara, pada 8 Agustus 1960 dan memiliki dua orang anak.
Eddy yang merupakan politikus PDIP menjabat sebagai Wali Kota Batu pertama kali pada 24 Desember 2007 dan berpasangan dengan wakil wali kota Budiono. Pada 2012, ia kembali memimpin Kota Batu berpasangan dengan Punjul Santoso.
Sebelumnya, Eddy ditangkap petugas KPK di rumah dinasnya pertengahan pada September 2017. Ia diduga menerima suap berupa mobil merek Toyota New Alphard senilai Rp 1,6 miliar dari pengusaha Filiphus Djap.