REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Sebagian orang mungkin bertanya mengapa rakaat sholat Subuh hanya dua dan lebih sedikit dari rakaat sholat lainnya. Apakah ada hikmah di balik ini?
Secara umum, Allah SWT telah mewajibkan kepada-Nya untuk melaksanakan sholat lima waktu dalam satu hari. Allah telah menetapkan jumlah rakaat sholat sesuai dengan hikmah-Nya.
Dalam hadits yang diriwayatkan dari Aisyah RA, dia berkata:
قَالَتْ فَرَضَ اللَّهُ الصَّلَاةَ حِينَ فَرَضَهَا رَكْعَتَيْنِ رَكْعَتَيْنِ فِي الْحَضَرِ وَالسَّفَرِ فَأُقِرَّتْ صَلَاةُ السَّفَرِ وَزِيدَ فِي صَلَاةِ الْحَضَرِ
"Allah telah mewajibkan shalat, dan awal diwajibkannya adalah dua rakaat dua rakaat, baik saat mukim atau saat dalam perjalanan. Kemudian ditetapkanlah ketentuan tersebut untuk shalat safar (dalam perjalanan), dan ditambahkan lagi untuk shalat di saat mukim."
Dalam hadits lain, Aisyah RA berkata:
عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ: " فَرْضُ صَلَاةِ السَّفَرِ وَالْحَضَرِ رَكْعَتَيْنِ رَكْعَتَيْنِ ، فَلَمَّا أَقَامَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِالْمَدِينَةِ : زِيدَ فِي صَلَاةِ الْحَضَرِ رَكْعَتَانِ رَكْعَتَانِ ، وَتُرِكَتْ صَلَاةُ الْفَجْرِ لِطُولِ الْقِرَاءَةِ، وَصَلَاةُ الْمَغْرِبِ لِأَنَّهَا وِتْرُ النَّهَارِ " وحسنه الشيخ شعيب الأرناؤوط في تعليقه على " صحيح ابن حبان ".
"Shalat saat safar (dalam perjalanan) dan shalat saat tidak safar, itu diwajibkan dua rakaat dua rakaat. Ketika Rasulullah SAW menetap di kota Madinah, shalat saat tidak bepergian (dalam kondisi menetap/bermukim) itu ditambah dua rakaat dua rakaat. Adapun shalat Subuh dibiarkan (tidak ditambah) karena bacaannya yang panjang dan juga pada shalat Maghrib karena ia (sholat Maghrib) merupakan shalat penutup waktu siang." (HR. Ibnu Hibban dan Ibnu Khuzaimah)
Dari hadits-hadits tersebut, diketahui bahwa sholat itu awalnya diwajibkan dua rakaat dua rakaat. Kemudian jumlah rakaat yang dua rakaat itu ditetapkan pada saat melakukan safar atau dalam perjalanan, dan ditambahkan pada saat bermukim.
Dengan demikian, sholat Dzuhur, Ashar dan Isya itu ditambah dua rakaat. Adapun sholat Subuh, ditetapkan dua rakaat supaya memperpanjang bacaan (surat Alquran) di dalamnya. Karena itu, Nabi Muhammad SAW biasa memanjangkan bacaan pada saat sholat Subuh, dan tidak memanjangkan bacaan pada shalat-shalat lainnya.
Lebih lanjut, Ibnu Taimiyah dalam Majmu Al Fatawa, menjelaskan, ketika Allah SWT memerintahkan sholat lima waktu di Makkah, Allah mewajibkan sholat tersebut dengan dua rakaat dua rakaat. Kemudian jumlah dua rakaat ditetapkan pada saat safar atau dalam perjalanan.
Adapun dalam keadaan bermukim, jumlah rakaatnya ditambah, sebagaimana disebutkan dalam hadits shahih yang diriwayatkan dari Aisyah RA. Aisyah berkata sebagai berikut:
لَمَّا هَاجَرَ إلَى الْمَدِينَةِ زِيدَ فِي صَلَاةِ الْحَضَرِ ، وَجُعِلَتْ صَلَاةُ الْمَغْرِبِ ثَلَاثًا؛ لِأَنَّهَا وِتْرُ النَّهَارِ ، وَأَمَّا صَلَاةُ الْفَجْرِ فَأُقِرَّتْ رَكْعَتَيْنِ ؛ لِأَجْلِ تَطْوِيلِ الْقِرَاءَةِ فِيهَا فَأَغْنَى ذَلِكَ عَنْ تَكْثِيرِ الرَّكَعَاتِ " .
"Ketika hijrah ke Madinah, sholat dalam keadaan bermukim itu ditambah (rakaatnya), dan sholat Maghrib dijadikan tiga (rakaat) karena ini adalah sholat witir (penutup) atas waktu siang. Adapun sholat Subuh ditetapkan dua rakaat agar bacaannya bisa dipanjangkan, sehingga tidak perlu ditambah rakaatnya."
Hal itu serupa dengan jumlah dua rakaat sholat Jumat, supaya memberi waktu pada khutbah. Jumlah dua rakaat pada sholat Jumat ini didasarkan pada hadits yang diriwayatkan juga dari Aisyah RA, dalam Mu'jam karya Ibnu Al Arabi.
Aisyah RA berkata:
" افْتَرَضَ اللَّهُ تَعَالَى الصَّلَاةَ عَلَى نَبِيِّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِمَكَّةَ رَكْعَتَيْنِ رَكْعَتَيْنِ ، إِلَّا صَلَاةَ الْمَغْرِبِ فَإِنَّهَا وِتْرُ النَّهَارِ، فَلَمَّا هَاجَرَ إِلَى الْمَدِينَةِ اتَّخَذَهَا دَارَ هِجْرَةٍ ، وَأَقَامَ بِهَا زَادَ إِلَى كُلِّ رَكْعَتَيْنِ رَكْعَتَيْنِ إِلَّا صَلَاةَ الْمَغْرِبِ فَإِنَّهَا وِتْرُ النَّهَارِ، وَإِلَّا صَلَاةَ الْغَدَاةِ يُطِيلُ فِيهَا الْقِرَاءَةَ ، وَإِلَّا الْخُطْبَةَ يَوْمَ الْجُمُعَةِ ، وَصَلَاتَهَا رَكْعَتَيْنِ مِنْ أَجْلِ الْخُطْبَةِ " .
"Allah SWT mewajibkan shalat untuk Nabi-Nya di Makkah, dua rakaat dua rakaat, kecuali shalat Maghrib, karena ini adalah sholat witir (penutup) atas waktu siang. Setelah hijrah ke Madinah, yang menjadikan daerah itu sebagai tempat hijrah dan bertempat tinggal di sana, ditambahkan dua rakaat pada setiap rakaat sholat, kecuali sholat Maghrib, karena ini adalah shalat witir (penutup) atas waktu siang. Dan kecuali sholat Subuh, untuk memanjangkan bacaan di dalamnya. Dan kecuali khutbahnya pada hari Jumat (sholat Jumat), maka shalatnya (terdiri dari) dua rakaat demi khutbah itu."
Nabi Muhammad SAW juga telah berpesan tentang ganjaran pahala yang besar bagi orang yang melaksanakan sholat wajib lima waktu. Dalam riwayat Abu Musa Al Asy'ari RA, dikatakan sebagai berikut:
عَنْ أَبِي مُوسَى قَالَ قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَعْظَمُ النَّاسِ أَجْرًا فِي الصَّلَاةِ أَبْعَدُهُمْ فَأَبْعَدُهُمْ مَمْشًى وَالَّذِي يَنْتَظِرُ الصَّلَاةَ حَتَّى يُصَلِّيَهَا مَعَ الْإِمَامِ أَعْظَمُ أَجْرًا مِنْ الَّذِي يُصَلِّي ثُمَّ يَنَامُ [رواه البخاري ومسلم].
Dari Abu Musa Al Asy'ari RA, dia berkata bahwa Nabi Muhammad SAW bersabda, "Manusia yang paling besar pahalanya dalam sholat adalah yang paling jauh (jaraknya dengan masjid), karena telah berjalan paling jauh. Kemudian, orang yang menunggu sholat hingga melaksanakannya bersama imam itu lebih besar pahalanya ketimbang orang yang sholat lalu tidur. (HR. Bukhari dan Muslim)
Dalam hadits lain, Rasulullah SAW bersabda, "Amalan yang pertama kali dihisab dari seorang hamba pada hari kiamat adalah sholatnya. Jika sholatnya baik, maka beruntung dan selamat-lah dia. Namun jika rusak, maka merugi dan celakalah dia. Jika dalam shalat wajibnya ada yang kurang, maka Rabb Yang Mahasuci lagi Mahamulia berkata, 'Lihatlah, apakah hamba-Ku memiliki shalat sunnah.' Maka shalat wajibnya disempurnakan oleh shalat sunnah tadi. Lalu dihisablah seluruh amalan wajibnya sebagaimana sebelumnya." (HR Tirmidzi dan Abu Dawud)
Sumber: