REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas menegaskan kebijakan rasionalisasi nilai manfaat dana haji terhadap Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) diputuskan untuk mendukung prinsip keberlanjutan dan keadilan.
“Ketika pengajuan BPIH tahun 2023, kami mengambil langkah yang tidak populer dengan 70 persen (biaya haji) dibayarkan oleh jamaah dan 30 persen sisanya dari nilai manfaat. Langkah ini tidak populer memang, tetapi harus kami ambil semata untuk mendukung keberlanjutan dana haji,” kata Menag Yaqut dalam Rapat Kerja Tahun 2023 Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) di Istana Negara, Jakarta, Selasa (12/12/2023).
Yaqut menekankan pentingnya keberlanjutan dana haji, karena dalam beberapa tahun terakhir pemerintah mencatat rasio nilai manfaat terhadap BPIH yang semakin tinggi.
Pada 2010, nilai manfaat hanya menyumbang 12,91 persen dari total BPIH atau setara dengan Rp 4,5 juta. Namun, angka ini terus naik hingga mencapai puncaknya pada 2022 sebesar 59,21 persen atau setara dengan Rp 57,9 juta.
Artinya, kata dia, jamaah hanya terbebani pembayaran sebesar 40,79 persen atau Rp 39,9 juta dari total biaya yang harus dibayarkan untuk berangkat haji Rp 97,8 juta, sementara sisanya dibayarkan dari nilai manfaat dana haji.
“Menurut kami hal ini merupakan perilaku yang kurang sehat. Seharusnya, jamaah yang berangkat membayar dengan prosentase yang lebih besar karena ada syarat istitha’ah dalam pemberangkatan ibadah haji secara prinsip antara keuangan maupun istitha’ah secara kesehatan,” kata Menag Yaqut.
Jika hal ini diteruskan...