Selasa 12 Dec 2023 20:30 WIB

Alami Nyeri Punggung Bawah Kronis? Jangan Sembarangan Diobati, Ini Panduan WHO

Pada 2020, sekitar 1 dari 13 orang mengalami nyeri punggung bawah.

Rep: Rahma Sulistya/ Red: Qommarria Rostanti
Wanita mengalami nyeri punggung bawah kronis (ilustrasi).
Foto: Dok. Freepik
Wanita mengalami nyeri punggung bawah kronis (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- World Health Organization (WHO) merilis pedoman pertamanya mengenai penanganan nyeri punggung bawah kronis atau low back pain (LBP) di layanan kesehatan primer dan komunitas. WHO mencantumkan intervensi yang boleh digunakan dan juga tidak boleh digunakan oleh petugas kesehatan selama perawatan rutin.

Nyeri punggung bawah kronis adalah penyebab utama kecacatan secara global. Pada 2020, sekitar 1 dari 13 orang atau setara dengan 619 juta orang, mengalami LBP, meningkat sebesar 60 persen dari tahun 1990. Kasus LBP diperkirakan akan meningkat menjadi sekitar 843 juta pada 2050, dengan pertumbuhan terbesar diperkirakan terjadi di Afrika dan Asia, di mana populasi menjadi lebih besar dan orang-orang hidup lebih lama.

Baca Juga

Dampak dan biaya pribadi serta masyarakat yang terkait dengan LBP sangat tinggi bagi orang-orang yang mengalami gejala yang menetap. LBP primer kronis mengacu pada nyeri yang berlangsung selama lebih dari 3 bulan, yang bukan disebabkan oleh penyakit atau kondisi lain yang mendasarinya.

Itu merupakan penyebab sebagian besar gejala LBP kronis di layanan primer, yang umumnya diperkirakan mewakili setidaknya 90 persen kasus. Karena alasan tersebut, WHO mengeluarkan pedoman mengenai LBP primer kronis.

“Untuk mencapai cakupan kesehatan universal, isu nyeri punggung bawah tidak bisa diabaikan, karena ini adalah penyebab utama kecacatan secara global,” kata Asisten Direktur Jenderal WHO dari Universal Health Coverage, Life Course, dr Bruce Aylward, melansir dari laman resmi WHO, Selasa (12/12/2023).

“Negara-negara bisa mengatasi tantangan yang ada di mana-mana ini, namun sering diabaikan dengan memasukkan intervensi-intervensi penting yang dapat dicapai, seiring dengan memperkuat pendekatan mereka terhadap layanan kesehatan primer,” kata dia lagi.

Dengan pedoman tersebut, WHO merekomendasikan intervensi non-bedah untuk membantu orang yang mengalami LBP primer kronis. Intervensi ini meliputi:

• Program pendidikan yang mendukung pengetahuan dan strategi perawatan diri

• Program latihan

• Beberapa terapi fisik, seperti terapi manipulatif tulang belakang dan pijat

• Terapi psikologis, seperti terapi perilaku kognitif

• Obat-obatan, seperti obat antiinflamasi nonsteroid

Pedoman ini menguraikan prinsip-prinsip utama perawatan bagi orang dewasa dengan LBP primer kronis, yang merekomendasikan bahwa perawatan tersebut harus bersifat holistik, berpusat pada orang, adil, tidak menstigmatisasi, tidak diskriminatif, terintegrasi dan terkoordinasi. 

Perawatan harus disesuaikan untuk mengatasi berbagai faktor (fisik, psikologis, dan sosial) yang dapat mempengaruhi pengalaman LBP primer kronis. Serangkaian intervensi mungkin diperlukan untuk mengatasi LBP primer kronis seseorang secara holistik, dibandingkan intervensi tunggal yang dilakukan secara terpisah. 

Pedoman ini juga menguraikan 14 intervensi yang tidak direkomendasikan bagi kebanyakan orang di sebagian besar konteks. Intervensi ini sebaiknya tidak dilakukan secara rutin, karena evaluasi WHO terhadap bukti yang ada menunjukkan bahwa potensi kerugian lebih besar daripada manfaatnya. WHO menyarankan untuk tidak melakukan intervensi seperti:

• Penyangga pinggang, ikat pinggang dan/atau penyangga

• Beberapa terapi fisik, seperti traksi (yaitu menarik bagian tubuh)

• Dan beberapa obat, seperti obat pereda nyeri opioid, yang dapat menyebabkan overdosis dan ketergantungan

LBP adalah suatu kondisi umum yang dialami oleh kebanyakan orang pada suatu saat dalam hidup mereka. Pada 2020, LBP menyumbang 8,1 persen dari semua penyebab tahun hidup dengan disabilitas secara global. Namun pedoman penatalaksanaan klinis sebagian besar dikembangkan di negara-negara berpendapatan tinggi

Bagi orang yang mengalami nyeri berkepanjangan, kemampuan mereka untuk berpartisipasi dalam aktivitas keluarga, sosial, dan pekerjaan sering kali berkurang, yang dapat berdampak negatif terhadap kesehatan mental mereka dan menimbulkan kerugian besar bagi keluarga, komunitas, dan sistem kesehatan.

Negara-negara mungkin perlu memperkuat dan mengubah sistem dan layanan kesehatan mereka agar intervensi yang direkomendasikan tersedia, dapat diakses dan diterima melalui cakupan kesehatan universal, sambil menghentikan pemberian intervensi tertentu secara rutin.  Keberhasilan penerapan pedoman ini akan bergantung pada penyampaian pesan kesehatan masyarakat seputar perawatan yang tepat untuk LBP, peningkatan kapasitas tenaga kerja untuk menangani perawatan nyeri punggung bawah kronis, penyesuaian standar perawatan dan penguatan layanan kesehatan primer, termasuk sistem rujukan.

“Mengatasi nyeri punggung bawah kronis memerlukan pendekatan terpadu dan berpusat pada individu. Ini berarti mempertimbangkan situasi unik setiap orang dan faktor-faktor yang mungkin memengaruhi pengalaman nyeri mereka,” kata Direktur Kesehatan Ibu, Bayi Baru Lahir, Anak, Remaja, dan Penuaan WHO, dr Anshu Banerjee.

“Kami menggunakan pedoman ini sebagai alat untuk mendukung pendekatan holistik terhadap perawatan nyeri pinggang kronis, dan untuk meningkatkan kualitas, keamanan, dan ketersediaan layanan,” kata dia lagi.

Sumber: WHO 

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement