Rabu 13 Dec 2023 03:21 WIB

Pakar: Tiktok Shop Bisa Langgar Aturan Bila Tetap jadi Social Commerce

Pakar sebut E-commerce hanya boleh muncul di media sosial lewat link iklan

Rep: Dedy Darmawan Nasution/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Pedagang berjualan melalui siaran langsung TikTok Shop di Pasar Tanah Abang, Jakarta, Selasa (12/12/2023). TikTok resmi mengumumkan untuk membuka kembali fitur belanja di dalam aplikasi mulai Selasa 12 Desember yang bermitra bersama PT GoTo dengan menggelontorkan investasi senilai Rp1,5 miliar dolar AS atau sekitar Rp23,4 triliun. Menurut pedagang pada hari pertama pengaktifan kembali fitur TikTok Shop dalam kurun waktu setengah hari baru terdapat 1.000 penonton saat melakukan siaran langsung.
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Pedagang berjualan melalui siaran langsung TikTok Shop di Pasar Tanah Abang, Jakarta, Selasa (12/12/2023). TikTok resmi mengumumkan untuk membuka kembali fitur belanja di dalam aplikasi mulai Selasa 12 Desember yang bermitra bersama PT GoTo dengan menggelontorkan investasi senilai Rp1,5 miliar dolar AS atau sekitar Rp23,4 triliun. Menurut pedagang pada hari pertama pengaktifan kembali fitur TikTok Shop dalam kurun waktu setengah hari baru terdapat 1.000 penonton saat melakukan siaran langsung.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat Ekonomi Digital Heru Sutadi memberikan catatan soal kembali hidupnya Tiktok Shop dalam aplikasi media sosial TikTok yang dinilainya justru menjadi Social Commerce. Ia berpandangan, ada potensi pelanggaran aturan yang termuat dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 31 tahun 2023 terkait kebangkitan platform tersebut.

"E-commerce hanya boleh muncul di media sosial lewat link iklan, tidak boleh digabungkan e-commerce dan social medianya. Jadi kalau tetap terjadi social commerce berarti pelanggaran,” kata Heru dalam keterangan tertulisnya, Selasa (12/12/2023). 

Dia menjelaskan, dalam peraturan tersebut secara tegas dinyatakan, pemisahan fungsi media sosial dan e-commerce tidak boleh digunakan dalam satu aplikasi. Di samping itu, dia juga mengungkapkan adanya potensi pelanggaran terhadap UU Perlindungan Data Pribadi.

"Sebab tidak boleh juga secara serta merta pelanggan atau merchant Tokopedia menjadi pengguna dan penjual di TikTok Shop. Ini jelas kan tegas diatur dalam UU Perlindungan Data Pribadi," ucap Heru.

Pemerintah, lanjut Heru, harus memastikan agar aturan itu ditegakkan. Sebab, dia tak ingin dominasi e-Commerce asing di Tanah Air justru malah merugikan pelaku UMKM.

Seperti diketahui, PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk (GOTO) dan TikTok mengumumkan kemitraan strategis. Tiktok besutan Bytednce, raksasa teknologi asal China, menjadi pengendali dengan menggenggam 75 persen saham Tokopedia.

"Sebab, ketika ramai TikTok Shop dipersoalkan itu bukan hanya social commerce tapi produk dari Tiongkok yang membanjiri pasar Indonesia dan dijual di luar nalar dengan harha sangat murah. Predatory pricing seperti itu harus kita awasi dan sanksi nantinya," kata Heru. 

Sebelumnya diketahui, pemerintah lewat Kementerian Perdagangan masih mengatakan saat ini kerja sama antara TikTok dengan Tokopedia masih dalam tahap uji coba. 

Tahap uji coba itu berlaku selama tiga sampai empat bulan dan selanjutnya akan ditentukan untuk ditetapkan atau disempurnakan. Hal ini dilakukan atas penilaian pemerintah yang berdasar pada Permendag 31 Tahun 2023.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement