REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sebentar lagi masyarakat Indonesia akan turut andil dalam pemilihan umum 2024. Seperti apa kriteria pemimpin idaman dalam Islam?
"Yang pasti, semua kita rakyat Indonesia, baik pria maupun wanita, baik kecil maupun lanjut usia, baik miskin maupun kaya, baik gadis maupun janda, pasti mendambakan dan memimpikan sosok pemimpin sejati yang mampu menjalankan amanah yang dipikulkan padanya, jujur dan cakap bekerja, merendah, menjaga diri dari harta haram, adil dan bijaksana, berakhlak mulia dan memiliki perencanaan yang jitu demi perkembangan negara," kata Ustadz Yusuf Abu Ubaidah melalui pesan singkatnya.
Ustadz Yusuf Abu Ubaidah mengatakan para ulama telah menyebutkan syarat-syarat imamah (kepemimpinan). Di antaranya Imam Al Mawardi dalam bukunya tentang politik Islam berjudul Al Ahkamu Sulthaniyyah. Berikut syarat dan kriteria pemimpin idaman dalam Islam.
1. Taklif
Ini meliputi Islam, baligh, dan berakal. Maka, orang kafir tidak boleh dipilih menjadi pemimpin, orang-orang mukmin. Orang yang tidak berakal, baik karena masih kecil atau karena hilang akalnya, tidak boleh memegang kekuasaan dan yang semisalnya sama sekali.
2. Lelaki
Wilayah kubra (kepemimpinan tertinggi) untuk laki-laki dengan kesepakatan para ulama.
3. Merdeka
Disyaratkan sebagai orang yang merdeka karena budak tidak berkuasa atas dirinya, namun ia berada di bawah kendali tuannya.
4. Al-’Adalah
Yaitu sifat yang membuat pelakunya bertaqwa, menjauhi dosa-dosa, dan perilaku yang merusak harga dirinya di tengah-tengah umat.
5. Ilmu dan tsaqafah
Seorang pemimpin disyaratkan orang yang mempunyai bagian yang besar dari ilmu syar’i dan tsaqafah, agar memungkinkan baginya mengetahui yang haq dari yang bathil dan mengatur urusan-urusan negara.
6. Sehat panca indra
Al-Imam Asy-Syaukani berkata, “Tujuan inti kepemimpinan tertinggi adalah pengaturan urusan-urusan manusia secara umum dan secara khusus, serta menjalankan perkara-perkara pada jalurnya dan meletakkannya pada tempatnya, dan ini tidak mudah dilakukan bagi orang yang ada cacat di dalam panca indranya.” (as-Sailul Jarrar 4/507)