Rabu 13 Dec 2023 14:03 WIB

AS Libatkan 12 Negara Bentuk Satgas Maritim di Laut Merah

Kelompok Houthi menjadi ancaman bagi kapal-kapal yang berlayar di Laut Merah.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Nidia Zuraya
Foto selebaran yang disediakan oleh pusat media Houthi menunjukkan seorang pejuang Houthi di dek kapal kargo Galaxy Leader saat merebutnya di Laut Merah lepas pantai Hodeidah, Yaman, (20/11/2023).
Foto: EPA-EFE/HOUTHIS MEDIA CENTER
Foto selebaran yang disediakan oleh pusat media Houthi menunjukkan seorang pejuang Houthi di dek kapal kargo Galaxy Leader saat merebutnya di Laut Merah lepas pantai Hodeidah, Yaman, (20/11/2023).

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON – Amerika Serikat (AS) sedang menjajaki kemungkinan pembentukan satuan tugas (satgas) maritim untuk mengamankan jalur kapal komersial di dan sekitar Laut Merah. Hal itu merespons penargetan kapal-kapal yang terkait atau menuju pelabuhan Israel oleh kelompok Houthi Yaman. 

Para pejabat AS mengatakan, mereka sedang mencari cara untuk memperluas satgas yang sudah ada, yakni Combined Task Force (CTF)-153 yang saat ini bermarkas di Bahrain. Saat ini CTF-153 mempunyai 39 negara anggota. Terkait satgas khusus di Laut Merah, seorang pejabat pertahanan AS mengungkapkan kepada media Alarabiya pada Selasa (12/12/2023), bahwa pembicaraan sedang dijalin dengan setidaknya 12 negara.

Baca Juga

Pejabat pertahanan AS itu menambahkan bahwa pembicaraan dengan 12 negara tersebut dipusatkan pada kontribusi mereka terhadap satgas pengamanan navigasi maritim saat ini. Namun, pejabat tersebut tak mengungkap negara mana saja yang terlibat dalam pembicaraan.

Militer AS mengatakan, kelompok Houthi menyerang Motor Tanker STINDA menggunakan rudal jelajah anti-kapal (ASCM) ketika sedang melewati Selat Bab al-Mandeb di Laut Merah pada Senin (11/12/2023). Houthi memang mengeklaim bertanggung jawab atas serangan itu. Houthi mengungkapkan, mereka menargetkan kapal tanker tersebut karena akan mengirimkan minyak mentah ke Israel.

Namun, pemilik kapal tanker asal Norwegia itu mengatakan bahwa kapal mereka sedang menuju ke Italia dan tidak berencana berhenti di Israel. Kapal perang AS, USS Mason, sempat menanggapi panggilan dari kapal tanker tersebut dan sempat menuju ke tempat kejadian. Namun, USS Mason kemudian pergi setelah diketahui tidak diperlukan bantuan.

Serangkaian penyerangan terhadap kapal-kapal komersial yang melintasi Laut Merah telah mendorong AS menjajaki potensi pembentukan satgas baru dengan fokus menghadapi ancaman Houthi di wilayah perairan tersebut. Hal itu pun telah diungkap Penasihat Keamanan Nasional Gedung Putih Jake Sullivan pada 4 Desember 2023 lalu. Dia mengatakan bahwa saat ini Washington sedang terlibat pembicaraan untuk membentuk semacam gugus tugas maritim guna memastikan jalur yang aman bagi kapal-kapal di Laut Merah. 

Biaya Pengiriman Naik

Biaya pengiriman kargo melalui Laut Merah telah meningkat hingga puluhan ribu dolar. Hal itu dipicu penargetan kapal-kapal yang terkait Israel atau menuju pelabuhan Israel oleh kelompok Houthi. Tindakan tersebut merupakan bentuk dukungan Houthi atas perlawanan Palestina.

Pasar asuransi London telah mendaftarkan wilayah Laut Merah bagian selatan sebagai salah satu wilayah berisiko tinggi. Kapal harus memberi tahu perusahaan asuransi mereka ketika berlayar melalui wilayah tersebut dan juga membayar premi tambahan yang biasanya untuk periode pertanggungan tujuh hari.

Menurut perkiraan pasar pada Selasa (12/12/2023), premi risiko perang telah meningkat pekan ini menjadi antara 0,1 persen-0,15 persen hingga 0,2 persen dari nilai sebuah kapal, dari 0,07 persen pada pekan lalu. Meskipun berbagai diskon akan diterapkan, hal ini tetap berarti biaya tambahan puluhan ribu dolar untuk perjalanan tujuh hari.

“Insiden terbaru ini menunjukkan tingkat ketidakstabilan lebih lanjut yang dihadapi operator komersial di Laut Merah yang kemungkinan akan terus mengalami peningkatan dalam jangka pendek hingga menengah,” kata Munro Anderson, kepala operasi spesialis risiko perang laut, Vessel Protect, bagian dari Pen Underwriting perusahaan asuransi, dikutip laman Middle East Monitor.

Beberapa perusahaan pelayaran telah memilih untuk mengubah rute kapal mereka melalui Tanjung Harapan, menjauh dari Laut Merah. Pengubahan rute itu menambah waktu perjalanan dan biaya tambahan. Pelabuhan Ashdod di selatan Israel, yang merupakan salah satu terminal utama negara itu, mengatakan serangan Houthi merupakan ancaman langsung terhadap perdagangan maritim Israel. 

Mantan wakil laksamana Angkatan Laut Kerajaan Inggris Duncan Potts mengatakan, sekitar 23 ribu kapal melewati Selat Bab Al-Mandab yang menghubungkan Laut Merah dan Teluk Aden. Dia menilai, dengan jumlah kapal sebanyak itu, Houthi dapat dengan mudah memilih target. 

“Serangan-serangan ini berpotensi menjadi ancaman ekonomi strategis global dibandingkan sekadar ancaman geopolitik regional,” ujar Potts yang kini menjabat sebagai direktur di Universal Defence and Security Solutions.

Pekan lalu Houthi mengatakan akan menargetkan semua kapal di Laut Merah yang menuju Israel. Houthi pun memperingatkan semua perusahaan pelayaran internasional agar tidak berurusan dengan pelabuhan Israel. 

“Jika Gaza tidak menerima makanan dan obat-obatan yang dibutuhkannya, semua kapal di Laut Merah yang menuju pelabuhan Israel, apa pun kewarganegaraannya, akan menjadi sasaran angkatan bersenjata kami,” kata juru bicara Houthi, Sabtu (9/12/2023), dikutip laman Aljazirah.

Israel tampaknya mulai gerah menyaksikan penargetan-penargetan kapal yang menuju atau terkait dengan negaranya oleh Houthi. Tel Aviv menyatakan siap menggunakan kekerasan untuk menghadapi Houthi.

“Mengenai serangan Houthi terhadap kapal kargo internasional, serangan ini menimbulkan ancaman terhadap perdagangan internasional dan Israel, dan ancaman ini akan ditangani dengan kekerasan,” ujar juru bicara Perdana Menteri Benjamin Netanyahu, Ofir Gendelman, dalam konferensi pers, Selasa kemarin, dikutip Anadolu Agency.

Namun, Gendelman tak menjelaskan lebih terperinci mengenai apa yang dimaksudnya menggunakan “kekerasan”. 

 

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement