Rabu 13 Dec 2023 15:27 WIB

Gapoktan Bantul Keluhkan Macetnya Regenerasi Petani

Rata-rata usia petani di gapoktan di atas 50 tahun.

Rep: Idealisa Masyrafina/ Red: Yusuf Assidiq
Petani merontokkan gabah saat panen di Pundong, Bantul, DIY.
Foto: Republika/Wihdan Hidayat
Petani merontokkan gabah saat panen di Pundong, Bantul, DIY.

REPUBLIKA.CO.ID, BANTUL – Jumlah petani di Kabupaten Bantul mengalami penurunan signifikan selama 2023. Tercatat pada 2022, jumlah petani di Bantul, yakni sebanyak 62.297 petani dan turun menjadi 58 ribu pada 2023.

Salah satu faktor penyebab menurunnya jumlah petani adalah kurangnya minat generasi muda untuk bertani sehingga regenerasi petani menjadi macet. Ketua Poktan Nglebeng Subandi menyebutkan, rata-rata usia petani di kelompoknya di atas 50 tahun.

Kelompok taninya pernah mengupayakan regenerasi dengan membentuk taruna tani di tingkat gapoktan atau kalurahan. Namun, taruna tani tersebut tidak berjalan lagi sampai saat ini.

"Awalnya dibentuk untuk regenerasi menggantikan petani tua. Cuma dibentuk saja, tapi tidak berjalan,” ujarnya, Rabu (13/12/2023).

Selain itu, mahalnya biaya sarana produksi pertanian (saprodi) dan banyaknya alih fungsi lahan pertanian juga turut memperkecil keuntungan petani. Para petani di kelompok taninya hanya berstatus sebagai penggarap lahan karena tidak memiliki lahan tani sendiri.

Cara pembagian hasilnya pun dirasa masih menguntungkan pemilik lahan dengan rasio bagi hasil 50:50. Jumlah itu tentunya dirasa kurang menguntungkan bagi petani karena pemilik lahan tidak mengeluarkan biaya apa pun, sedangkan para petani harus menanggung biaya saprodi.

“Ongkos bajak dengan traktor per seribu meter sekarang Rp 130 ribu, ongkos tanam Rp 250 ribu,” kata dia.

Hal senada diakui oleh Ketua Gapoktan Patalan, Sumantri, yang menyebutkan bahwa bertani dianggap bukan pekerjaan yang menguntungkan untuk anak muda.

"Bertani dianggap tidak menguntungkan, karena harga pupuk mahal sementara harga jual saat panen murah,” ujar Sumantri.

Selain itu, hasil panen tidak dapat menutupi biaya produksi, sehingga petani kerap mendapatkan keuntungan tipis atau merugi. Ini yang membuat generasi muda tidak tertarik dengan sektor pertanian.

Sumantri mengakui bahkan macetnya regenerasi petani juga terjadi di kelompok taninya. Saat ini para petani yang tergabung dalam Gapoktan Patalan rata-rata sudah berusia tua.

Untuk itu, ia berharap pemerintah dapat mengupayakan regenerasi petani. "Saat ini kurangnya sosialisasi dari pemerintah untuk menjadi petani penerus,” katanya.

Jumlah Usaha Pertanian Perorangan (UTP) di DIY tercatat 431.133 unit, menurut Sensus Pertanian 2023 oleh Badan Pusat Statistik (BPS) DIY. Jumlah tersebut turun 26,26 persen dari tahun 2013 sebanyak 584.689 unit.

BPS DIY juga menyebutkan, jumlah rumah tangga usaha pertanian (RTUP) di DIY turun 15,86 persen, dari 2013 yang sebanyak 495.781 rumah tangga, menjadi sebanyak 417.166 rumah tangga pada 2023.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement