Rabu 13 Dec 2023 15:29 WIB

 Peneliti TII Nilai Debat Pertama Capres Seperti 'Ring Tinju'

Para kandidat capres kurang menawarkan solusi konkret selama debat. 

Capres nomor urut 1 Anies Baswedan, capres nomor urut 2 Prabowo Subianto dan capres nomor urut 3 Ganjar Pranowo (kanan-kiri) berfoto bersama usai mengikuti sesi debat perdana Calon Presiden di Halaman gedung Komisi Pemilihan Umum (KPU), Jakarta, Selasa (12/12/2023). Debat capres perdana mengangkat tema Hukum, HAM, Pemerintahan, Pemberantasan Korupsi, Penguatan Demokrasi, kerukunan masyarakat, dan pelayanan publik.  Debat tersebut berlangsung selama 120 menit yang terdiri dari 6 segmen dan 18 pertanyaan yang dipandu oleh moderator Ardianto Wijaya dan Valerina Daniel.
Foto: Republika/Thoudy Badai
Capres nomor urut 1 Anies Baswedan, capres nomor urut 2 Prabowo Subianto dan capres nomor urut 3 Ganjar Pranowo (kanan-kiri) berfoto bersama usai mengikuti sesi debat perdana Calon Presiden di Halaman gedung Komisi Pemilihan Umum (KPU), Jakarta, Selasa (12/12/2023). Debat capres perdana mengangkat tema Hukum, HAM, Pemerintahan, Pemberantasan Korupsi, Penguatan Demokrasi, kerukunan masyarakat, dan pelayanan publik. Debat tersebut berlangsung selama 120 menit yang terdiri dari 6 segmen dan 18 pertanyaan yang dipandu oleh moderator Ardianto Wijaya dan Valerina Daniel.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Manajer Riset dan Program The Indonesian Institute (TII) Arfianto Purbolaksono menilai, debat pertama capres Pemilu 2024 di Jakarta, Selasa malam (12/12), kurang menggali lebih dalam terhadap gagasan-gagasan ketiga capres dan justru terkesan seperti arena tinju.

Arfianto mengatakan, debat tersebut hanya seperti memfasilitasi calon presiden dan wakil presiden untuk saling "jual beli serangan". Tanpa menawarkan visi, misi, serta solusi konkret untuk ditawarkan kepada masyarakat pemilih.

Baca Juga

"Dari sisi hiburan, cukup menghibur, tetapi substansi yang sebenarnya ingin didapatkan, justru itu yang menjadi persoalan dalam debat perdana," kata Arfianto, Rabu (13/12/2023).

Dia menambahkan, para kandidat capres kurang menawarkan solusi konkret selama debat, khususnya dalam isu penegakan hukum, hak asasi manusia (HAM), dan demokrasi. Bahkan, dia melanjutkan, dulu ketika Joko Widodo berdebat sebagai capres justru lebih konkret menawarkan solusi kepada masyarakat.

"Dulu konkret, Pak Jokowi, ada menawarkan Program Kartu Indonesia Sehat, Indonesia Pintar," kata Arfianto.

Masyarakat perlu mendengar solusi nyata yang akan dikerjakan capres, jika terpilih menjadi presiden untuk menyelesaikan berbagai permasalahan saat ini, kata dia, dan bukan gagasan terlalu mengambang dan kurang substantif.

Dia mencontohkan, pernyataan salah satu satu kandidat capres yang menyatakan ingin memperkuat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan institusi lainnya. Dalam paparannya, kata Arfianto, capres bersangkutan tidak menyampaikan langkah-langkah konkret untuk mewujudkan upaya penguatan KPK itu seperti apa.

Dia menekankan, bahwa Komisi Pemilihan Umum (KPU) harus mengevaluasi debat perdana agar lebih mampu menggali visi dan misi para pasangan calon (paslon) melalui moderator, karena hal itu adalah tugas penyelenggara pemilu. "Evaluasi pertama harus ada penertiban kepada pendukung pasangan calon agar lebih tertib sehingga moderator harus di-briefing agar suasana cair namun tetap tegas," ujar Arfianto.

Evaluasi berikutnya, menurut dia, capres harus diingatkan untuk menyampaikan sesuatu yang konkret dan jangan sesuatu mengambang sehingga dapat membuat masyarakat menerka-nerka apa maksud yang disampaikan.

KPU menyelenggarakan debat pertama capres-cawapres Pilpres 2024 di Jakarta, Selasa malam (12/12), dengan tema pemerintahan, hukum, HAM, pemberantasan korupsi, penguatan demokrasi, peningkatan layanan publik, dan kerukunan warga.

Debat diikuti tiga pasangan capres-cawapres yakni nomor urut 1 Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar, nomor urut 2 Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka, dan nomor urut 3 Ganjar Pranowo-Mahfud MD.

Rangkaian debat akan dilanjutkan pada 22 Desember 2023, 7 Januari 2024, 21 Januari 2024, dan 4 Februari 2024.

sumber : Antara
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَمَا تَفَرَّقُوْٓا اِلَّا مِنْۢ بَعْدِ مَا جَاۤءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًاۢ بَيْنَهُمْۗ وَلَوْلَا كَلِمَةٌ سَبَقَتْ مِنْ رَّبِّكَ اِلٰٓى اَجَلٍ مُّسَمًّى لَّقُضِيَ بَيْنَهُمْۗ وَاِنَّ الَّذِيْنَ اُوْرِثُوا الْكِتٰبَ مِنْۢ بَعْدِهِمْ لَفِيْ شَكٍّ مِّنْهُ مُرِيْبٍ
Dan mereka (Ahli Kitab) tidak berpecah belah kecuali setelah datang kepada mereka ilmu (kebenaran yang disampaikan oleh para nabi) karena kedengkian antara sesama mereka. Jika tidaklah karena suatu ketetapan yang telah ada dahulunya dari Tuhanmu (untuk menangguhkan azab) sampai batas waktu yang ditentukan, pastilah hukuman bagi mereka telah dilaksanakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang mewarisi Kitab (Taurat dan Injil) setelah mereka (pada zaman Muhammad), benar-benar berada dalam keraguan yang mendalam tentang Kitab (Al-Qur'an) itu.

(QS. Asy-Syura ayat 14)

Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement