Rabu 13 Dec 2023 15:55 WIB

Aktivis HAM Israel yang Dukung Palestina Menerima Ancaman Pembunuhan

Sejumlah kecil warga Israel menentang perang di Gaza.

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Nidia Zuraya
Militer Israel melakukan operasi darat di Jalur Gaza.
Foto: AP
Militer Israel melakukan operasi darat di Jalur Gaza.

REPUBLIKA.CO.ID, TEL AVIV -- Aktivis hak asasi manusia Israel mengatakan, mereka menerima ancaman pembunuhan karena menentang serangan di Jalur Gaza. Meskipun mayoritas masyarakat Israel mendukung serangan di Gaza, ada sejumlah kecil warga Israel yang menentang perang tersebut.

Salah satu dari mereka, Alon Ysan Cohen. Dia mengaku hatinya sangat hancur dengan serangan udara dan darat militer Israel yang tanpa henti di Jalur Gaza. Pembantaian tersebut telah menyebabkan lebih dari 20.000 warga sipil termasuk anak-anak dan perempuan meninggal dunia dalam kondisi mengenaskan.

Baca Juga

"Saya mengikuti apa yang terjadi di Gaza, saya melihat penderitaan, saya melihat pembunuhan, saya melihat pembantaian. Sekitar 20.000 orang (Palestina) telah terbunuh, bahkan mungkin lebih banyak lagi, dan ini menghancurkan hati saya. Ini mengerikan. Saya pikir kita harus segera menghentikannya. Saya yakin ini tidak manusiawi. Kita perlu menghentikan penderitaan di Gaza," ujar Cohen, dilaporkan Anadolu Agency, Selasa (12/12/2023).

Cohen kerap membagikan pandangan dan dukungannya terhadap Palestina di platform media sosial Facebook dan Instagram. Cohen mengatakan, perbedaan pandangan tersebut membuatnya menerima beberapa ancamana pembunuhan dan penghinaan yang sangat buruk.

Berbagai ancaman itu sempat membuatnya takut. Namun Cohen bertekad tidak akan berhenti untuk menyuarakan dukungan kepada warga Palestina di Gaza.

"Hanya karena pandangan politik saya, saya menerima beberapa ancaman pembunuhan, beberapa kutukan yang sangat buruk, dan penghinaan pribadi yang sangat buruk. Ini sangat membuat saya takut, ketika mengutarakan pendapat politik saya, tapi saya tetap melakukannya," kata Cohen.

Kendati banyak menerima ancaman pembunuhan, Cohen merasa sangat penting untuk bersuara menentang perang. Karena sangat sedikit orang di Israel yang saat ini bersuara menentang perang di Gaza. Cohen menegaskan bahwa satu-satunya solusi untuk menghentikan perang adalah dialog dan negosiasi.

Menurut Cohen, perang menimbulkan penderitaan bagi warga Palestina, danmembawa lebih banyak kekerasan di Israel. Perang juga menyebabkan lebih banyak kebencian. Oleh karena itu, semua pihak perlu berdialog untuk mencari solusi bersama yang adil dan setara.

"Kami kita harus menghentikan tren menuju kegelapan yang lebih besar ini. Kita harus berbicara, mencari solusi, dan mencari cara untuk menjadikan tempat ini lebih baik bagi semua orang. Kita harus menemukan cara agar semua orang bisa hidup setara, bersama, damai, dan adil," ujar Cohen.

Aktivis Israel lainnya yang menentang perang, Jonathan Gabinovic (19 tahun). Dia berpartisipasi dalam demonstrasi anti-perang di Tel Aviv, dan bersuara lantang menentang serangan Israel yang sedang berlangsung di Gaza.

Gabinovic mengatakan, sebagai seorang Yahudi yang tinggal di Israel, sangat sulit untuk menentang perang dan pembunuhan warga sipil karena tekanan masyarakat.

“Dalam beberapa tahun terakhir, saya semakin terpapar dengan konflik Israel-Palestina. Saya telah melihat orang-orang Palestina, saya telah melihat penderitaan mereka, dan perang ini benar-benar tidak tertahankan,” ujar Gabinovic.

Gabinovic menekankan, kekerasan oleh tentara Israel tidak hanya berlangsung di Gaza tapi juga Tepi Barat. Gabinovic mengatakan, dua pekan lalu seorang temannya yang merupakan warga Palestina di Tepi Barat harus kehilangan anaknya yang ditembak oleh pasukan Israel.

"Anak teman saya ditembak di kepala oleh tentara Israel, bukan di Gaza tapi di Tepi Barat. Ini adalah kejahatan, ini adalah kejahatan perang," kata Gabinovic.

Gabinovic mengatakan, banyak masyarakat Israel yang sebelumnya beraliran kiri kini mendukung partai sayap kanan akibat perang ini. Menurut Gabinovic, situasi saat ini menjadi periode yang paling menantang dalam kehidupannya.

"Saya telah melihat banyak kematian sepanjang hidup saya, tapi ini adalah sesuatu yang benar-benar baru dan mengerikan. Saya tidak bisa mengungkapkan betapa muaknya saya dengan apa yang dilakukan rakyat saya atas nama demokrasi. Kami membunuh anak-anak atas nama demokrasi. Saya tidak dapat menemukan kata-kata untuk menggambarkan hal ini di dalam hati saya," ujar Gabinovic.

Gabinovic mengatakan, dia merasa menderita melihat penderitaan rakyat Palestina di Gaza dan Tepi Barat. Jika dia menyatakan dukungan kepada Palestina secara terang-terangan di depan umum, maka dia akan dibungkam, diancam, atau diserang di jalanan.

Gabinovic menyoroti keputusan Kementerian Keamanan yang memperluas izin kepemilikan senjata kepada para pemukim. Menurut Gabinovic, hal ini membuat situasi di Tepi Barat dan Tel Aviv menjadi mengerikan. Dia mengatakan, orang-orang di Tel Aviv bergerak di sekitar kota dengan senjata seperti militan. Israel berada di bawah komando militan M16 pimpinan Menteri Kemanan Nasional, Itamar Ben-Gvir.

"Saya tidak bisa pergi ke kota saya sendiri tanpa melihat orang-orang membawa senjata. Semua orang yang saya lihat sekarang sedang memegang senjata, proses mendapatkan izin senjata sangat mudah karena mereka menginginkan darah, mereka ingin kekacauan, mereka ingin kontrol, mereka ingin kekuasaan,” kata Gabinovic.

Gabinovic mengatakan, konflik antara Israel dan Palestina tidak dimulai pada 7 Oktober tetapi ketika naiknya Perdana Menteri Benyamin Netanyahu dan ditunjuknya menteri paling radikal di kabinet, Itamar Ben-Gvir. Menurut Gabinovic, Netanyahu dan kabinetnya telah menindas warga Palestina. Mereka juga tidak mendengarkan aspirasi rakyat Israel.

“Saya tidak tahu bagaimana hidup di sini, dan saya tidak tahu bagaimana mengatakan 'Saya bersamamu' kepada keluarga saya, kepada teman-teman (Palestina). Saya tidak bisa berbicara dengan mereka karena kengerian yang mereka alami. Saya mencoba, tetapi sangat sulit untuk berbicara dengan mereka. Teman-teman Palestina saya saat ini sedang dikepung," ujar Gabinovic.

Gabinovic mengatakan, dia masih memiliki harapan untuk perdamaian jika perang di Gaza berakhir. Namun menurutnya, masa sekarang ini tercatat sebagai sejarah kelam bagi Israel dan Palestina.

"Namun, jauh di lubuk hati, saya melihat harapan. Saya terus berjuang melawan fasisme, ekstremisme sayap kanan, dan pendudukan, tapi saat ini, itu sangat sulit," kata Gabinovic. 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement