Rabu 13 Dec 2023 17:26 WIB

Kesadaran Beragama dan Kembalinya Kejayaan Ottoman yang Dirindukan Umat Islam Turki

Kesultanan Ottoman pernah berjaya di seantero Eropa.

Istana Topkapi di Istanbul, Turki. Salah satu peninggalan Ottoman di Turki. Kesultanan Ottoman pernah berjaya di seantero Eropa
Foto: visit2istanbul.com
Istana Topkapi di Istanbul, Turki. Salah satu peninggalan Ottoman di Turki. Kesultanan Ottoman pernah berjaya di seantero Eropa

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Dari hari ke hari, kesadaran rakyat Turki untuk mengenang kejayaan Kekaisaran Ottoman terus meningkat. Anak-anak muda di negara itu juga mulai menghidupkan kembali semangat kejayaan Turki Usmani. Melalui kaus yang mereka pakai, generasi muda Turki mengampanyekan keinginannya untuk kembali merebut kejayaan yang pernah dicapai di masa kekhalifahan.

"Kekaisaran Turki Usmani pernah menguasai dua pertiga dunia, namun tak pernah memaksa siapa pun untuk mengganti bahasa atau agama pada kelompok minoritas,'' papar Egeman Bagis, mantan menteri untuk Hubungan Uni Eropa. ''Rakyat Turki bisa membanggakan warisan Turki Usmani itu.''

Baca Juga

Kekhalifahan Turki Usmani berjaya sekitar enam abad, yakni mulai 1299  hingga 1 November 1922. Pada era keemasannya, yakni abad ke-16 hingga 17 M, Kekhalifahan Turki Usmani menguasai sebagian besar wilayah di tiga benua, yakni Eropa Tenggara, Asia Barat, dan Afrika Utara.

Pada masa kejayaannya, seluruh wilayah kekuasaan Turki Usmani itu terbagi mejadi 29 provinsi dan sejumlah wilayah otonom menyatakan diri bergabung dengan Sultan Turki Usmani yang bergelar khalifah. Seiring kekalahannya pada Perang Dunia I, kedigdayaan Kesultanan Turki Usmani pun mulai pudar.  

Sebagian rakyat Turki merindukan kejayaan Kekhalifahan Ottoman yang sempat menjadi adikuasa dunia. ''Rakyat Turki kembali tertarik dengan kepahlawanan dan kejayaan di era Kesultanan Turki Usmani. Mereka kini merasa memilikinya lagi,'' ungkap mantan Direktur Istana Topkapi, Ilber Ortayli, yang juga penjaga kediaman mewah Sultan Ottoman, dikutip dari dokumentasi Harian Republika, Rabu (13/12/2023).  

Sejak 29 Oktober 1923, Turki pun memproklamasikan diri sebagai negara sekuler. Kerinduan terhadap kejayaan Turki Usmani mulai dipandang sebagai pemberontakan terhadap budaya sekuler yang ketat yang diterapkan oleh pendiri Turki, Mustafa Kemal Ataturk.

Di bawah pimpinan Mustafa Kemal Ataturk, Turki telah berubah menjadi negara sekuler. Sudah 86 tahun Republik Turki secara ketat memisahkan agama dan negara dalam kehidupan rakyatnya. Kini, sebagian besar rakyat di negara yang terletak di dua benua, Eropa dan Asia, itu mulai frustrasi dan muak dengan kebudayaan sekuler yang begitu ketat.    

''Ottomania (orang-orang Turki yang merindukan Turki Usmani) merupakan bentuk kesadaran dan berdayanya kalangan Islam sebagai reaksi terhadap Ataturk yang berusaha membuang agama dan Islam ke pinggir lapangan,'' ujar Pelin Batu, co-host sebuah program sejarah televisi populer.  Setelah menerapkan aturan sekularisme, rakyat Turki dijauhkan dari nilai-nilai agama Islam. 

Baca juga: Remehkan Rencana Satgas Maritim Bentukan Amerika Serikat, Houthi Yaman: Tak Ada Nilainya

Betapa tidak, aturan sekularisme Turki melarang rakyatnya menggunakan tulisan Arab yang juga merupakan bahasa Alquran. Muslimah pun dilarang berjilbab saat bekerja di lembaga-lembaga negara. Kini, popularitas Ataturk tampaknya mulai meredup di kalangan rakyat Turki. 

Kemenangan Partai Pembangunan dan Keadilan pada Pemilu 2002 dan 2007 merupakan bukti bahwa rakyat Turki kembali merindukan ajaran Islam kembali ditegakkan.Pada 2007 rakyat Turki memilih Abdullah Gul  sebagai seorang presiden yang istrinya mengenakan jilbab dalam satu windu terakhir. 

Kerinduan rakyat Turki atas kejayaan Kekhalifahan Turki Usmani juga dipandang sebagai kekecewaan atas upaya Uni Eropa yang menolak kehadiran negara dua benua itu sebagai anggotanya. "Kami orang Turki sudah capek diperlakukan Uni Eropa sebagai negara miskin dan terbelakang,'' papar  Kerim Sarc, seorang pemilik toko Ottoman Empire T-Shirts.  

sumber : Harian Republika
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement