REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penggiat pelestarian Anneke Prasyanti menuturkan alasan bangunan peninggalan masa Pemerintahan Kolonial Belanda bisa bertahan hingga 100 tahun. Salah satunya karena mempertimbangkan sejumlah hal seperti material dan suhu di Indonesia.
"Kenapa bangunan Belanda bertahan lebih dari 100 tahun? Karena mereka riset dulu, material yang ada apa, suhunya bagaimana, bagaimana mengatasi suhu panas, hujan," kata dia di Jakarta, Kamis (14/12/2023).
Anneke yang pernah menempuh pendidikan arsitektur di Institut Teknologi Bandung (ITB) itu mengatakan dengan kata lain pemerintah Kolonial datang ke Indonesia dengan membawa insinyur untuk pembangunan seperti jembatan, rel kereta api dan bangunan-bangunan sembari mempertimbangkan konteks Indonesia. "Meskipun mereka menjajah, mereka kasih alokasi anggaran yang tepat, material yang tepat, dengan durasi waktu yang tepat, makanya bangunan tidak roboh dalam waktu lima tahun. Konteksnya di situ," kata dia.
Kendati berpegang pada pemahaman seperti itu, Anneke tak menampik dirinya mendapat cemoohan dari orang-orang saat berusaha merevitalisasi bangunan-bangunan bersejarah peninggalan Belanda karena dianggap melestarikan kolonoliasme. "Bukan kolonialismenya yang kita lestarikan, melestarikan ilmunya karena ilmu bangunan yang dibangun oleh insinyur Belanda itu mempertimbangkan iklim Indonesia sehingga timbullah yang namanya arsitektur kolonialisme di Indonesia," jelas dia.
Anneke berpendapat pemerintah pada saat itu itu sudah mempertimbangkan konsep bangunan hijau atau green building. "Berapa banyak arsitek atau kontraktor Indonesia hari ini yang tahu kondisi iklim Indonesia ketika membangun?," demikian catat dia.