Jumat 15 Dec 2023 12:46 WIB

Hati-Hati Stres dan Masalah Kesehatan Jiwa Jelang Pemilu, Ini Faktor Pemicunya

Banyak masyarakat yang stres dan terganggu kesehatan jiwanya sepanjang pemilu.

Rep: Shelbi Asrianti/ Red: Natalia Endah Hapsari
 Berkaca dari pemilu sebelumnya, ternyata selama dan setelah ajang demokrasi tersebut, banyak masyarakat yang stres dan terganggu kesehatan jiwanya. lustrasi)
Foto: www.pixabay.com
Berkaca dari pemilu sebelumnya, ternyata selama dan setelah ajang demokrasi tersebut, banyak masyarakat yang stres dan terganggu kesehatan jiwanya. lustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Masyarakat Indonesia tengah menyambut pemilihan umum (pemilu), baik itu pemilihan calon legislatif maupun pemilihan calon presiden dan wakil presiden. Di balik semaraknya pesta demokrasi, pakar kesehatan jiwa memperingatkan, ada hal yang perlu diwaspadai.

Salah satunya adalah masalah kesehatan jiwa yang bisa terjadi akibat pemilu. Berkaca dari pemilu sebelumnya, ternyata selama dan setelah ajang demokrasi tersebut, banyak masyarakat yang stres dan terganggu kesehatan jiwanya. 

Baca Juga

Sebut saja calon legislatif yang gagal dan menjadi tertekan, penyelenggara pemilu yang kelelahan sehingga menurun kesehatan fisik dan jiwanya, atau tim sukses dan masyarakat yang terlalu fanatik dengan calonnya sehingga terjadi konflik yang memicu stresor bagi kesehatan jiwa. Tidak jarang terjadi pertentangan dalam keluarga atau pertemanan, baik di dunia maya maupun dunia nyata.

"Menjaga kesehatan jiwa agar tetap baik selama proses Pemilu adalah hal yang perlu diusahakan bersama. Jelang Pemilu seperti saat ini, kita perlu mewaspadai munculnya stres yang dapat terjadi pada pasangan calon, calon legislatif, tim sukses, keluarga, relawan, simpatisan, atau masyarakat," kata psikiater dr Lahargo Kembaren SpKJ.

Psikiater dari Pusat Kesehatan Jiwa Nasional RS Jiwa Marzoeki Mahdi Bogor tersebut menyampaikan, umumnya terdapat dua bentuk stres. Ada stres positif yang disebut eustress, membuat seseorang menjadi pribadi yang lebih baik. Sementara, stres negatif atau distress menyebabkan munculnya berbagai masalah psikologis yang menyebabkan terganggunya fungsi dan produktivitas. 

Dijelaskan Lahargo, setiap orang akan memberikan respons stres yang berbeda dalam menghadapi stresor yang terjadi dalam hidup. Respons stres tersebut sebenarnya bertujuan menyelamatkan diri, memberikan diri kesiapsiagaan dalam menghadapi suatu tantangan. 

Saat sedang stres, tubuh mengeluarkan berbagai hormon seperti kortisol dan adrenalin yang membuat jantung berdetak lebih cepat dan kuat. Kondisi itu juga meningkatkan aliran darah, mengencangkan otot-otot, dan menyiagakan seluruh pancaindra. 

Itu semua bertujuan agar seseorang siap menghadapi ancaman/tantangan yang ada di depannya. Misalnya, membuat seseorang kuat berdiri saat presentasi, lebih konsentrasi dalam belajar, membuat berlari lebih kencang dalam sebuah perlombaan, dan lainnya.

Akan tetapi, stres juga bisa berdampak negatif apabila terjadi dalam porsi yang lebih besar dan waktu yang lebih lama. Terlebih, apabila manajemen stres yang dimiliki seseorang cenderung kurang. Tidak jarang stres yang berdampak negatif berujung pada masalah atau gangguan kejiwaan. 

Gejala stres menjelang, selama, maupun sesudah pemilu meliputi gejala kognitif, gejala fisik, gejala emosi, dan gejala perilaku. Apabila ditemukan gejala-gejala stres, seseorang perlu segera melakukan manajemen stres agar terhindar dari masalah kesehatan jiwa yang lebih berat. 

"Boleh saja menjadi pendukung pasangan capres, cawapres, dan caleg, tapi lakukan sewajarnya, tidak usah berlebihan. Lakukan dengan segenap hati tapi jangan dengan segenap jiwa. Kesehatan jiwa kita jauh lebih penting dari proses dan hasil Pemilu," tutur Lahargo.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement