Jumat 15 Dec 2023 14:31 WIB

Pemilu Diyakini Berdampak Positif Terhadap Perekonomian Indonesia

Pertumbuhan ekonomi pada 2024 ditarget sebesar 5,2 persen.

Rep: Dadang Kurnia/ Red: Yusuf Assidiq
Parpol peserta Pemilu  (ilustrasi)
Foto: Republika/ Tahta Aidilla
Parpol peserta Pemilu (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Business Development Advisor Bursa Efek Indonesia (BEI) Poltak Hotradero mencermati dampak Pemilu 2024 terhadap perekonomian Indonesia. Apalagi, selain Indonesia, beberapa negara seperti Amerika Serikat, Prancis, Italia, Jerman, Spanyol, Taiwan, Mesir, hingga Rusia juga akan melaksanakan kontestasi politik pada tahun yang sama.

Menurut Poltak, Indonesia perlu mempertahankan optimismenya dalam menyambut 2024. Meskipun ada beberapa risiko dari sisi domestik maupun eksternal yang mungkin terjadi dari pelaksanaan pemilu.

"Namun, dilihat dari tren beberapa kali pelaksanaannya di Indonesia, pemilu tetap dapat memberikan dampak positif bagi perekonomian," kata dia dalam webinar Allianz Indonesia dengan tema Economy and Investment Outlook 2024: Insurance & Media Industry in Political Year.

Oleh karena itu, penting bagi pihak regulator untuk menjaga kebijakan ekonomi dan perdagangan agar stabilitas, tingkat harga, dan nilai tukar tetap terjaga. Menurutnya, hal itu sangat penting untuk mendukung pertumbuhan ekonomi Indonesia di tahun politik.

Di Indonesia, kata Poltak, pemerintah telah menetapkan target pertumbuhan ekonomi pada 2024 sebesar 5,2 persen. Sebab, meskipun kondisi saat ini masih penuh ketidakpastian, perekonomian Indonesia tetap menunjukkan stabilitas yang cukup signifikan.

"Hal ini tercermin dari tingkat inflasi yang diperkirakan dapat terjaga pada kisaran 2,3 hingga 2,4 persen, serta pertumbuhan ekonomi yang secara konsisten berada di atas 5 persen," ujarnya.

Potensi ekonomi karbon Indonesia juga disebutnya menjadi salah satu penyangga perekonomian. Di mana pemerintah Indonesia telah menyiapkan sejumlah strategi untuk menurunkan emisi gas rumah kaca sebanyak 29 sampai dengan 41 persen pada 2030.

"Bila dikelola baik, potensi pendapatan yang dihasilkan dari kebijakan ini mencapai Rp 8.000 triliun dengan 113,18 gigaton total penyerapan emisi karbon," ujarnya.

Chief Investment Officer Allianz Life Indonesia, Ni Made Daryanti, turut menjelaskan tantangan dan peluang asuransi pada 2024. Di mana industri asuransi berpotensi terkena dampak dari kemungkinan perubahan situasi kondisi ekonomi global dan tahun politik.

"Namun imbasnya tidak secara signifikan, karena kebutuhan masyarakat akan solusi perlindungan asuransi akan tetap ada," kata dia.

Kondisi yang saat ini dihadapi industri asuransi di Indonesia dan membutuhan kolaborasi dari berbagai pihak adalah tingkat literasi dan penetrasi asuransi yang masih rendah. Di mana tingkat penetrasi asuransi di Indonesia pada 2022 berada pada level 2,27 persen.

Kemudian, tingkat literasi pada sektor perasuransian berada pada level 31,7 persen. Namun, tingkat inklusinya pada level 16,6 persen. "Sehingga masih ada gap antara tingkat literasi asuransi dengan inklusi asuransi," ujarnya.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement