REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Guru Besar Sosiologi Agama Universitas Ibrahimiy Jawa Timur, HM Baharun mengatakan, maraknya kasus bunuh diri saat ini menjadi satu keprihatinan tersendiri. Hal itu membuktikan bahwa terdapat krisis moral dan spiritual yang sedang terjadi.
"Menurut saya, tren bunuh diri remaja dan mahasiswa ini kini terjadi karena krisis moral dan spiritual," kata Baharun saat dihubungi Republika, Jumat (15/12/2023).
Bunuh diri di kalangan remaja dinilai bisa terjadi kapan saja. Hal itu bisa terjadi karena adanya kekosongan nilai-nilai agama bagi sebagian remaja yang depresi akibat keputusasaan dalam hidup yang dianggap tidak bisa diselesaikan.
Dia menilai, faktor utama maraknya bunuh diri terjadi karena gagalnya pendidikan agama di lingkungan keluarga. Karena itu, dia menekankan agar keluarga harus bertanggung jawab atas fenomena ini.
Keluarga sebenarnya bisa jadi pendamping sejak dini kepada remaja yang mulai terlihat galau dan putus asa sebelum depresi berat terjadi. Berdasarkan pandangan dia, selain ekonomi yang melatarbelakangi isu bunuh diri, faktor sosial juga memicu bunuh diri.
"Tapi agama paling penting mengendalikan niat buruk seseorang yang berakibat fatal seperti bunuh diri ini. Seperti yang terjadi selama ini karena ketiadaan pegangan hidup, yaitu nilai-nilai agama. Atau rendahnya internalisasi agama dalam diri yang terasa dan budaya dan sistem sosial kita," ujar Baharun.
Dia menjabarkan bahwa agama mengajarkan umatnya untuk senantiasa bertawakkal kepada pemeluknya karena setiap masalah dan musibah serta tekanan sosial pasti akan ada akhirnya. Di mana nantinya setiap masalah akan digantikan kemudahan dan kesuksesan.
Sebagaimana diketahui, seorang perempuan ditemukan tewas seusai melompat dari lantai 12 Fakultas Ilmu Komputer Universitas Brawijaya, Malang, baru-baru ini. Kabar terakhir diketahui, status korban bukan lagi mahasiswa UB.