Jumat 15 Dec 2023 21:40 WIB

Gapki: Insentif Biodiesel yang Dikelola BPDPKS Jaga Harga CPO

Sawit untuk biodisel merupakan strategi yang tepat di tengah larangan ekspor CPO.

Red: Fuji Pratiwi
Karyawan mengawasi proses pemasukan Tanda Buah Segar (TBS) sawit ke dalam mesin di salah satu pabrik minyak sawit milik Kaway XVI, Aceh Barat, Aceh, Jumat (21/7/2023).
Foto: ANTARA FOTO/Syifa Yulinnas
Karyawan mengawasi proses pemasukan Tanda Buah Segar (TBS) sawit ke dalam mesin di salah satu pabrik minyak sawit milik Kaway XVI, Aceh Barat, Aceh, Jumat (21/7/2023).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Eddy Martono mengatakan dana yang dikelola oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) untuk membayar insentif selisih harga indeks pasar antara biodiesel dan solar turut menjaga stabilisasi harga minyak sawit mentah atau CPO.

"BPDPKS itu kan sebenarnya sebagai juru bayar. Perannya karena kita permintaan dalam negeri terus meningkat salah satunya karena adanya biodiesel. Dengan ada biodiesel itu bisa menjaga harga di situ," kata Ketua Gapki Eddy Martono saat disiarkan ANTARA di Jakarta, Jumat (15/12/2023).

Baca Juga

Eddy menilai upaya pemerintah memanfaatkan sawit untuk dikonversi menjadi biodisel merupakan strategi yang tepat dalam menjaga stabilisasi harga minyak sawit mentah di tengah adanya larangan ekspor CPO. Diakuinya, pelarangan tersebut berdampak pada membanjirnya produksi tandan buah segar hingga tangki tingkat produsen penuh. Namun, melalui program biodiesel yang menggunakan CPO sebagai bahan baku berhasil membuat harga tidak jatuh terlalu dalam dan perlahan mulai naik.

Gapki mencatat saat larangan ekspor CPO resmi diberlakukan pada akhir April 2022 lalu, harga tandan buah segar (TBS) kelapa sawit turun dari Rp 3.500 per kg menjadi Rp 1.500-Rp 1.800 per kg. Pada saat itu, ungkap Edy, tidak hanya petani yang menjerit tapi perusahaan sawit turut mengeluh. Namun melalui perluasan mandatori biodiesel mampu membuat harga TBS perlahan naik dengan angka berkisar Rp 2.300-Rp 2.500 per kg.

"Sebenarnya peran BPDPKS mengutip. Kemudian mereka membayar dan waktu membayar itu mereka melihat sudah sesuai belum dengan aturan yang ada. Sejauh ini menurut kami pembayaran tidak ada masalah. Selama dia sudah comply (patuh), semua oke, pasti akan keluar," ucap Eddy.

Senada, Ketua Umum Dewan Pengurus Pusat Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) Gulat ME Manurung berpendapat keberadaan BPDPKS dapat menjadi mesin waktu bagi petani kelapa sawit menuju produktivitas dan tercapainya hilirisasi. Menurutnya, semakin sedikit CPO yang tersedia di pasar global, maka harga CPO dan tandan buah segar akan terdongkrak. Belum lagi dengan pengolahan CPO menjadi biodisel yang mana pembayarannya dilakukan oleh BPDPKS.

"Jika semakin sedikit CPO yang tersedia di pasar global, maka akan naiklah harga CPO dan harga tandan buah segar kami akan terdongkrak. Indonesia merupakan produsen CPO terbesar, dan saat bersamaan Indonesia sebenarnya juga konsumen CPO terbesar juga di dunia. Jadi, kuncinya adalah serapan biodiesel domestik," tutur Gulat.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement