Ahad 17 Dec 2023 06:17 WIB

Emir Kuwait Sheikh Nawaf Meninggal Dunia

Kerajaan Kuwait belum mengungkapkan alasan kematiannya.

Rep: Lintar Satria/ Red: Muhammad Hafil
Pengibaran bendera setengah tiang di Kuwait terkait meninggalnya Emir Sheikh Nawaf.
Foto: AP Photo/Jaber Abdulkhaleg
Pengibaran bendera setengah tiang di Kuwait terkait meninggalnya Emir Sheikh Nawaf.

REPUBLIKA.CO.ID,KUWAIT -- Emir Kuwait Sheikh Nawaf al-Ahmad al-Sabah wafat di usia 86 tahun. Sheikh Nawaf meninggal dunia tiga tahun setelah berkuasa di negara produsen minyak yang merupakan salah satu sekutu Amerika Serikat (AS) di Timur Tengah.

Hingga Ahad (16/12/2023) Kerajaan Kuwait belum mengungkapkan alasan kematiannya. Emir masuk rumah sakit bulan lalu yang digambarkan kantor berita pemerintah sebagai masalah kesehatan darurat tapi ia dalam kondisi stabil.

Baca Juga

Putra Mahkota Sheik Meshal al-Ahmad al-Sabah ditunjuk sebagai pengganti Sheik Nawaf. Sheik Meshal  yang berusia 83 tahun yang merupakan penguasa de facto Kuwait sejak 2019 ketika Sheik Nawaf semakin melemah.

Kuwait mengumumkan masa berkabung selama 40 hari dan menutip departemen pemerintah selama tiga hari. Pemimpin Dunia menyampaikan penghormatan pada Sheikh Nawaf dan duka cita pada Sheikh Meshal, keluarga Al Sabah dan rakyat Kuwait.

Di media sosial X, Perdana Menteri Inggris Rishi Sunak mengungkapkan kesedihannya mendengar berita kematian Sheikh Nawaf. Ia menggambarkan emir itu sebagai teman baik Inggris yang akan dikenang dengan penuh kasih.

Di media sosial X, Presiden Uni Emirat Arab Sheikh Mohammed bin Zayed menulis Sheikh Nawaf merupakan pemimpin bijak yang memainkan peran besar dalam menguatnya hubungan Kuwait-Uni Emirat Arab.

Sheikh Nawaf menjadi emir pada tahun 2020 setelah saudaranya, Sheik Sabah yang berkuasa selama lebih dari satu dekade lebih meninggal dunia. Sheikh Nawaf membentuk kebijakan luar negeri Kuwait selama 50 tahun terakhir.

Para diplomat memandang Sheikh Nawaf sebagai pembangun konsensus meskipun pemerintahannya ditandai kebuntuan yang intens antara pemerintah dan parlemen terpilih, yang menghambat reformasi struktural di negara Teluk yang kaya minyak ini. Dalam beberapa bulan terakhir, konsensus kembali terjadi antara pemerintah dan parlemen.

Kuwait, pemilik cadangan minyak terbesar ketujuh di dunia, berbatasan dengan Arab Saudi dan Irak, dan terletak di seberang Teluk dari Iran. Negara ini diinvasi dan diduduki Irak pada tahun 1990, yang memicu perang Teluk pertama beberapa bulan kemudian pada tahun 1991 ketika Amerika Serikat dan negara-negara lain mengalahkan Irak dan membebaskan Kuwait.

Sejak ia mengambil alih kekuasaan pada tahun 2020, Sheikh Nawaf mempertahankan kebijakan luar negeri yang menyeimbangkan hubungan dengan negara-negara tetangganya. Sementara di dalam negeri, delapan pemerintahan dibentuk di bawah pemerintahannya.

Berdasarkan konstitusi Kuwait, putra mahkota secara otomatis menjadi emir tetapi mengambil alih kekuasaan hanya setelah mengambil sumpah di parlemen. Emir baru memiliki waktu hingga satu tahun untuk menunjuk ahli waris.

Para analis dan diplomat mengatakan Sheikh Nawaf, dan putra mahkotanya Sheikh Meshal, keduanya tampak menyelaraskan Kuwait lebih dekat dengan kekuatan regional Arab Saudi.

Putra mahkota dan perdana menteri yang dipilih emir baru akan ditugaskan mengelola hubungan pemerintah  dengan parlemen. Pekerjaan ini diawasi dengan ketat karena generasi muda keluarga penguasa Kuwait saling berebut posisi.

Persaingan faksional seperti itu sering terjadi di dalam keluarga Al Sabah di parlemen. Ketika para pesaing memperebutkan kekuasaan membangun modal politik dan basis domestik mereka sendiri.

Sebelum menyerahkan sebagian besar tugas konstitusionalnya kepada ahli waris yang ditunjuknya, Sheikh Nawaf mencoba meredakan  ketegangan politik dalam negeri. Termasuk dengan mengeluarkan amnesti yang mengampuni para pembangkang yang diperjuangkan para tokoh oposisi.

Namun kebuntuan terus berlanjut, membuat Sheikh Meshal mencoba mengakhiri ketegangan politik tahun ini dengan membubarkan parlemen dan mengadakan pemilihan umum dini pada bulan Juni.

Kuwait melarang partai parlementer tetapi masih merupakan salah satu negara dengan sistem politik paling liberal di Timur Tengah. Perdebatan politik kerap berjalan sengit dan majelis legislatif terpilih mencakup kelompok Sunni, Syiah, liberal, dan Islamis. 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement