REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA — Amerika Serikat (AS) memveto resolusi gencatan senjata kemanusiaan di Gaza. Resolusi tersebut, sejatinya telah disponsori bersama oleh hampir 100 negara anggota PBB dan mendapat dukungan dari 13 anggota Dewan Kemanan PBB, dengan Inggris yang memilih untuk abstain.
Resolusi tersebut menyerukan semua pihak yang berkonflik untuk mematuhi hukum internasional, khususnya perlindungan warga sipil, serta menuntut gencatan senjata kemanusiaan. Resolusi juga memandatkan Sekretaris Jenderal PBB, Antonio Guterres, untuk segera melaporkan pada Dewan Keamanan mengenai pelaksanaan gencatan senjata.
Namun, alih-alih membiarkan Dewan Keamanan mengambil perannya sebagai penjaga kemananan dunia dengan menegakkan mandatnya, serta memberikan seruan lantang bahwa kekejaman genosida segera diakhiri dan para penjahat perang harus segera diadili, AS justru melanggengkan kejahatan penjajah Zionis Israel dan semakin bergandengan tangan bersama Israel dalam upaya membumihanguskan Jalur Gaza.
Pembantaian massal dan brutal ini pun tercatat telah menghilangkan nyawa 18 ribu orang yang syahid, dengan 70 persen korban tewas adalah anak-anak dan perempuan. Pembantaian massal ini tercatat sebagai genosida dengan kecepatan yang belum pernah terjadi sebelumnya dalam sejarah modern.
Penjajah Israel membantai warga Gaza secara brutal dengan 1.550 rudal pembunuh dan 50 ribu ton bom yang bahkan merupakan bahan terlarang digunakan dalam perang. Rudal dan bom-bom tersebut seringkali menyasar anak-anak, perempuan, lansia, bayi baru lahir, hingga orang berkebutuhan khusus. Termasuk mereka yang berada di rumah sakit dan kamp-kamp pengungsian, juga terkena bom.
Dampaknya, ratusan ribu bangunan di Gaza kini hancur. Tidak kurang dari 305.000 permukiman, 77 rumah sakit, 183 rumah ibadah, 97 ambulans, sekolah, pasar, bahkan tempat pengungsian luluh lantah akibat kebrutalan Penjajah Israel.
Lebih dari 1,9 juta warga Gaza kini terlantar dan harus mengungsi. Yang lebih sadis, tak hanya membantai warga sipil, Penjajah Israel juga membunuhi lebih dari 89 jurnalis yang bertujuan membungkam suara-suara riil dari medan perang. Selain itu, Israel juga membantai 280 tenaga medis dan 45 dokter, serta para pendidik.
Tak hanya di Gaza, Penjajah Israel juga menangkapi dan membunuh warga Palestina di Tepi Barat. Selama perang dari 7 Oktober 2023, 3.580 warga ditangkap paksa di Tepi Barat. Rakyat di Jalur Gaza kini di ambang bencana kelaparan.
Program Pangan Dunia (WFP) PBB mencatat, sebanyak 2,3 juta warga menderita kelaparan karena perluasan serangan militer Penjajah Israel di bagian Selatan Gaza. Serangan ini membuat masyarakat tidak mendapatkan bahan pangan, obat-obatan, dan bahan bakar. Hal tersebut makin dipersulit karena pintu-pintu perbatasan yang masih ditutup dan hanya satu yang dibuka tutup, yakni pintu Rafah di perbatasan Mesir.
Sebagian besar negara di dunia telah menyatakan simpati dan melihat dengan
jelas kejahatan dan kebrutalan Penjajah Israel. Berbagai aksi demontrasi mendukung Gaza dan Palestina dilakukan.
Mereka kembali menuntut dilakukan ceasefire (gencatan senjata), karena gencatan senjata sementara yang pernah dilakukan pada 24-30 November 2023 tidaklah cukup. Setelah gencatan senjata tersebut tak berlaku, Penjajah Israel malah kembali melakukan kejahatan yang jauh lebih biadab.
Melihat kondisi tersebut dan perilaku AS yang selalu memveto resolusi gencatan senjata yang disetujui mayoritas anggota PBB, Majelis Ormas Islam menggelar Aksi Bela Palestina di depan Kedutaan Besar AS di Jakarta pada Ahad, 17 Desember 2023.
Berikut ini tujuh tuntutan Majelis Ormas Islam dalam Aksi Bela Palestina di depan Kedutaan AS di Indonesia.
Mengutuk veto yang dilakukan oleh Amerika Serikat terhadap resolusi gencatan senjata untuk kemanusiaan di Gaza yang disetujui mayoritas anggota PBB.
Memprotes keras Amerika Serikat atas dukungan penuh, baik dana maupun militer, terhadap kejahatan perang dan genosida yang dilakukan oleh Israel.
Menuntut PBB melakukan pengucilan terhadap AS yang menggunakan hak vetonya pada resolusi gencatan senjata untuk kemanusiaan di Gaza, serta mengubah aturan terkait hak veto pada anggota Dewan Keamanan PBB.
Menuntut agar Perdana Menteri Israel, Benyamin Netanyahu, diseret ke Pengadilan Kejahatan Internasional sebagai penjahat perang.
Meminta Pemerintah RI untuk menarik duta besar Indonesia di AS sebagai bentuk protes terhadap dukungan AS terhadap Israel.
Menuntut dibukanya seluruh pintu perbatasan menuju Gaza agar bantuan-bantuan kemanusiaan dapat masuk.
Mendorong negara-negara Arab yang merupakan tetangga Palestina, terutama Mesir, Yordania, dan Arab Saudi untuk lebih aktif berperan secara regional dalam membantu Palestina.