REPUBLIKA.CO.ID,YERUSALEM -- Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengkonfirmasi negosiasi yang dimediasi Qatar untuk mengembalikan sandera dari Hamas di Gaza sedang dilakukan. Hal ini ia sampaikan setelah seorang sumber mengatakan kepala negosiasi Israel bertemu perdana menteri Qatar.
Dalam konferensi pers Netanyahu menghindari pertanyaan mengenai pertemuan antara pemimpin negosiasi, Kepala Mossad David Barnea dengan Perdana Menteri Qatar Sheikh Mohammed bin Abdulrahman Al Thani, Jumat (15/12/2023) lalu. Namun ia mengkonfirmasi ia memberi instruksi pada tim negosiasi.
"Kami mengkritik dengan serius Qatar, mengenai yang saya kira anda mendengarnya nanti, tapi saat ini kami mencoba untuk menyelesaikan pemulangan sandera kami," katanya, Ahad (17/12/2023).
Ia menyinggung hubungan negara Arab Teluk kaya minyak itu dengan Hamas dan Iran. Berita tentang negosiasi baru pertama kali dilaporkan Axios. Berita ini muncul setelah tentara Israel membunuh tiga warga Israel yang disandera Hamas.
Mereka ditembak pasukan Israel meski sudah mengibarkan bendera putih tanda menyerah setelah berhasil kabur dari penyandera mereka. Netanyahu mengatakan ia tidak akan mengungkapkan isi pertemuan tim negosiasi.
"Terdapat satu kesalahan yang kami lakukan, yang mana mengandalkan kalkulasi kami pada Hamas, pada dunia, kami tidak boleh mengungkapkan detail negosiasi," katanya.
Perang Gaza yang dimulai serangan mendadak Hamas ke Israel pada 7 Oktober lalu mengguncang kawasan dan kekuatan dunia. Sementara korban jiwa dari rakyat Palestina terus bertambah.
Israel yang berjanji membasmi Hamas juga berusaha memulangkan sandera yang diculik dalam serangan mendadak. Netanyahu berjanji mempertahankan tekanan militer pada Hamas di Gaza.
"Instruksi yang saya berikan pada tim negosiasi didasarkan tekanan ini, tanpanya kami tidak memiliki apa-apa," kata Netanyahu.
Seorang sumber mengatakan Barnea yang merupakan kepala intelijen Israel atau Mossad bertemu Al Thani pada Jumat lalu di Eropa. Al Thani merupakan mediator kunci perang di Gaza. Sementara sumber dari Mesir mengindikasi Israel mulai lebih terbuka untuk membuat kesepakatan baru dengan Hamas.
Dua sumber keamanan Mesir mengatakan para pejabat Israel tampak lebih terbuka dalam pembicaraan dengan para mediator untuk mencapai kesepakatan gencatan senjata baru dan pembebasan para tahanan Palestina sebagai imbalan atas pembebasan para sandera.
Sumber-sumber Mesir tersebut mengatakan para pejabat Israel tampaknya berubah pikiran mengenai beberapa hal yang sebelumnya mereka tolak. Namun para sumber tidak menjelaskan lebih lanjut.
Tidak ada tanggapan langsung dari juru bicara pemerintah Netanyahu atas penilaian Mesir tersebut.
Israel meyakini 20 atau lebih dari 130 sandera yang masih ditahan di Gaza telah tewas. Pada Sabtu (16/12/2023) keluarga-keluarga para sandera berunjuk rasa menuntut agar Israel mempertimbangkan untuk membebaskan para militan senior Palestina dari penjara dalam kesepakatan pertukaran baru.
"Pemerintah Israel harus aktif. Mereka harus memberikan tawaran, termasuk tahanan yang berlumuran darah, dan memberikan tawaran terbaik untuk membebaskan para sandera dalam keadaan hidup," kata Ruby Chen, ayah salah satu warga Israel yang masih disandera, Itay Chen.
"Kami tidak ingin mereka kembali dalam keadaan mati," tambahnya.
Pemimpin Hamas di pengasingan, Osama Hamdan, mengatakan mereka hanya akan membebaskan tentara yang ditawan di Gaza "sampai seluruh agresi dihentikan." Ia mengatakan hal itu harus dilakukan melalui kesepakatan yang dinegosiasikan "sesuai dengan syarat-syarat yang ditetapkan oleh pihak perlawanan."
Dalam upaya nyata untuk mempengaruhi opini publik Israel, Hamas juga merilis video yang menunjukkan para sandera yang terbunuh dan video itu diakhiri dengan peringatan dalam bahasa Ibrani: "Waktu hampir habis."