Ahad 17 Dec 2023 20:22 WIB

Riset: Tahun Depan Konsumen akan Punya Lebih Banyak Uang untuk Belanja

Pada 2024, pengeluaran konsumen di Indonesia diperkirakan meningkat sekira 5,5 persen

(Foto: Ilustrasi belanja di supermarket)
Foto: Flickr
(Foto: Ilustrasi belanja di supermarket)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Baru-baru ini, Mastercard Economics Institute (MEI) merilis laporan tahunan mengenai prospektif ekonomi untuk tahun 2024 mendatang. MEI menjabarkan aspek-aspek positif dan hal-hal yang perlu diwaspadai terkait pertumbuhan global.

Dalam laporan bertajuk “Economic Outlook: Balancing Prices & Priorities”, MEI memperkirakan wilayah Asia Pasifik (APAC) secara makro akan mengalami pertumbuhan yang stabil, umumnya setara dengan level pada tahun 2023. Meskipun tidak semuanya sama, negara-negara APAC diprediksi menuju kestabilan ekonomi. Faktor-faktor kunci pertumbuhan, seperti ekspor dan industri pariwisata, juga dinilai semakin mendekati kondisi sebelum pandemi Covid-19.

Baca Juga

Bila melihat lebih dekat ke perekonomian tiap negara APAC, proyeksi pertumbuhan bervariasi di seluruh wilayah. Di satu sisi, Singapura, Malaysia, Filipina, Thailand, Taiwan, dan Korea Selatan akan mengalami peningkatan. Sementara itu, ada antisipasi perlambatan di Australia, China daratan, Jepang, dan Selandia Baru. Adapun India dan Indonesia diprediksi stabil pada tingkat yang serupa dengan tahun 2023.

Antisipasi dalam pengeluaran

Seiring dengan meredanya dampak ekonomi akibat pandemi Covid-19 pada 2024 nanti, konsumen di Asia Pasifik diprediksi akan dapat mengalokasikan lebih banyak dana dari pendapatan mereka untuk berbelanja barang-barang kebutuhan yang lebih opsional (tersier), semisal perjalanan vakansi dan hiburan. Ini merupakan hal yang berubah dibandingkan dengan periode tahun 2022-2023, yakni ketika inflasi tinggi menyebabkan barang-barang kebutuhan primer—semisal makanan pokok dan bahan bakar—menghabiskan sebagian besar anggaran rumah tangga.

Karena itu, dalam rentang 2022-2023 konsumen cenderung memiliki sedikit anggaran yang tersisa untuk hal-hal yang opsional atau pengeluaran ekstra. Sementara itu, pada 2024 mendatang pengeluaran konsumen di Indonesia diperkirakan akan mengalami peningkatan sekitar 5,5 persen bila dibandingkan dengan tahun 2023.

“Tahun 2024 akan menjadi masa di mana konsumen akan menyesuaikan kembali pengeluaran mereka. Data menunjukkan bahwa masyarakat tetap antusias untuk melakukan perjalanan dan makan-makan di restoran meskipun tingkatnya berbeda-beda di setiap negara,” ujar David Mann, kepala ekonom Mastercard untuk kawasan Asia Pasifik Chief, seperti dikutip dari pernyataan tertulis yang diterima Republika pada Ahad (17/12/2023).

“Di tengah kondisi global yang rumit ini, Mastercard Economics Institute membantu klien menjelaskan kekuatan ekonomi makro hingga ke tingkat negara, kategori, atau bahkan skala perusahaan, serta memberikan saran mengenai berbagai skenario yang mungkin terjadi dan dampaknya terhadap permintaan,” lanjut dia.

Hasil riset MEI mengindikasikan adanya perubahan dalam aspek permintaan (demand). Terkait itu, konsumen di seluruh kawasan APAC diprediksi akan mengalokasikan lebih banyak anggaran untuk pembelian barang pada 2024 dibanding tahun sebelumnya. Menurut Mann, hal itu menandai awal dari siklus baru yang akan mengembalikan pertumbuhan belanja barang ke level sebelum masa pandemi Covid-19, mengubah tren yang terjadi pada 2022-2023 ketika konsumen lebih memprioritaskan layanan, seperti makan di luar dan perjalanan sebagai respons terhadap pembukaan ekonomi pasca-wabah Covid-19.

Pada 2024, peningkatan permintaan barang, seperti perlengkapan rumah tangga dan pakaian, juga diperkirakan akan membangkitkan sektor manufaktur di APAC. Hal itu pada akhirnya memiliki peran krusial dalam perekonomian global. Mann mengatakan, pergeseran ini akan mendorong keselarasan kinerja antara sektor manufaktur dan jasa di wilayah APAC. Ada pula kecenderungan berlawanan arah karena sektor manufaktur mengalami perlambatan, sedangkan sektor jasa bertumbuh pesat pada 2023.

Tren wisatawan China

Pada tahun 2024, menurut riset MEI, proses pemulihan perjalanan internasional China akan terus berlanjut. Penambahan lebih banyak negara ke dalam daftar yang disetujui oleh pemerintah China juga akan terus mendukung pengeluaran pariwisata internasional. Hal itu terutama berkaitan dengan perjalanan berkelompok , yang umumnya memiliki pembatasan visa lebih fleksibel daripada perjalanan solo.

Pemulihan dalam koridor-koridor spesifik akan bergantung pada bagaimana otoritas mengalokasikan kapasitas penerbangan. Pada 2023, berbagai destinasi di Asia Tenggara, seperti Singapura, Malaysia, Vietnam, dan Thailand, menjadi yang pertama pulih dengan baik. Pada 2024 mendatang, destinasi di Asia Timur Laut, Amerika Utara, dan Eropa diharapkan akan mengejar ketertinggalan mereka.

“Pemulihan pengeluaran wisatawan China yang bepergian ke luar negeri akan terus dipantau. Sebelum pandemi Covid-19, wisatawan dari China daratan cenderung fokus pada kegiatan belanja, terutama barang-barang mewah, saat mereka melancong ke luar negeri. Namun, setelah pandemi, pengeluaran untuk pengalaman, seperti hiburan dan kuliner telah mengalami pemulihan yang lebih signifikan di antara para pelancong yang berangkat dari China daratan,” kata Mann memaparkan.

Pada saat yang sama, lanjut Mann, perubahan prioritas yang ditunjukkan turis China dalam perjalanan ke luar negeri membawa angin segar bagi destinasi yang mereka tuju. Karena itu, otoritas pariwisata dan peritel di seluruh dunia mungkin perlu menyesuaikan strategi demi mempertahankan daya tarik mereka bagi pengunjung dari China.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement