REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Pelaksanaan Pemilihan Presiden-Wakil Presiden (Pilpres) dan Pemilihan Legislatif (Pileg) 2024, hanya tinggal beberapa bulan. Oleh karena itu, Pimpinan Pusat Persatuan Islam (PP Persis) mengajak seluruh komponan bangsa untuk menjadikan Pemilu sebagai sarana mempersatukan umat dalam kepentingan bersama sebagai bangsa.
"Hajatan Pemilu nasional harus menjadi sarana menyatukan kesadaran hidup berbangsa dan bernegara,” ujar Ketua Umum PP Persis Dr KH Jeje Zaenudin M Ag, Senin (18/12/2023.
Untuk menghadapi kontestasi politik tersebut, menurut dia, masyarakat tidak mungkin dan tidak boleh dipaksa untuk menyatukan pilihan kepada salah satu calon pemimpin. Tetapi, masyarakat harus disatukan persepsinya tentang tujuan dan cita-cita dari kehidupan berbangsa dan bernegara secara benar.
“Sesuai dengan falsafah dan ideologi negara yang telah disepakati oleh para pendiri negeri ini,” katanya.
Menurut dia, sebagai kontribusi terhadap bangsa dan negara, Persis melalui Bidang dakwah, Bidang keorganisasian, bekerja sama dengan Dewan Hisbah menyelenggarakan seminar siasah bagi para dai dengan tema “Penguatan Nilai-nilai Siasah Ala Minhajin Nubuwwah (Etika Propetik dalam Berpolitik)”.
"Para dai dan mubalig sebagai ujung tombak dakwah dan pembimbing umat memiliki peran penting dalam memberi teladan kepada masyarakat untuk menyikapi dan merespon dinamika politik dengan etika dan akhlakul karimah dan mengamalkan akhlak para nabi,” katanya memaparkan.
KH Jeje menilai, di antara etika politik yang penting dijaga saat ini adalah etika kesantunan dalam komunikasi dan bersosial media terkait isu-isu politik. Sosial media harus dijadikan bahan sebagai sarana berlomba menyebar berita-berita kebaikan (fastabiqul khairat) bukan sebagai sarana lomba menyebar keburukan dengan berita-berita hoax dan ghibah politik.
"Politik nubuwah yang penting juga dilakukan adalah amar makruf nahyi munkar dalam bentuk memperkuat kontrol sosial agar tercipta pemilu yang jujur, adil, dan damai, serta mencegah terjadi pelanggaran etika politik seperti kecurangan dan politik uang,” ujarnya.
Dalam acara tersebut, juga dibahas tentang kriteria para pemimpin yang ideal, baik untuk legislatif maupun eksekutif. Pada garis besarnya, kriteria pemimpin nasional yang ideal itu mencakup dua aspek: aspek integritas dan aspek kapabilitas.
“Aspek integritas meliputi sifat - sifat jujur (shidiq), terpercaya (amanah), cerdas (fathonah), dan terbuka atau transparan ( tabligh)," katanya.
Menurutnya, aspek kapabilitas di antaranya mencakup kemampuan leadership dan manajemen bernegara yang mumpuni, sanggup mewujudkan visi dan misi yang telah dirumuskan, kuat dan sehat lahir batin, tegas, dan berwibawa.
Selain itu, sebagai negara demokratis dan pemimpin dihasilkan melalui pemungutan suara rakyat, maka akseptabilitas menjadi penting. Karena pemimpin itu yang dapat diterima oleh semua kelompok masyarakat Indonesia yang sangat majemuk.
“Pada akhirnya, siapa pun yang dipilih rakyat itulah yang jadi pemimpin, terlepas dari apapun kelebihan dan kekurangannya,” katanya.