Senin 18 Dec 2023 14:00 WIB

Gerakan BDS Buat Franchise Global Ketar-Ketir

Boikot di seluruh dunia terhadap sejumlah franchise global murni gerakan akar rumput.

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Fuji Pratiwi
Aktivis Palestina, salah satu penggagas gerakan boikot, divestasi, dan sanksi (BDS) terhadap Israel Omar Barghouti pada 2016.
Foto: AP Photo/Nasser Nasser
Aktivis Palestina, salah satu penggagas gerakan boikot, divestasi, dan sanksi (BDS) terhadap Israel Omar Barghouti pada 2016.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Agresi yang dilakukan Israel kepada Palestina pada 2023 ini, boleh dikatakan yang paling kejam yang pernah ada di muka bumi. Dimulai dari pendudukan Israel dan terusirnya warga Palestina dari tanahnya sendiri, nyatanya terdapat jejak-jejak yang patut dijadikan pelajaran dan perjuangan tiada henti.

Agresi militer yang dilakukan Israel tersebut mendapatkan perlawanan, salah satunya adalah gerakan boikot, divestasi dan sanksi (BDS), yang didukung oleh koalisi kelompok masyarakat sipil Palestina pada 2005 lalu. Gerakan ini berupaya untuk menantang dukungan internasional terhadap apa yang mereka sebut sebagai apartheid Israel dan kolonialisme pemukim di mana penjajah menggantikan komunitas Pribumi. Gerakan ini juga menjunjung tinggi prinsip bahwa Warga Palestina berhak atas hak yang sama seperti umat manusia lainnya.

Baca Juga

Salah satu pendiri BDS Omar Bargouhti, mengatakan, Israel selama bertahun-tahun telah mendedikasikan seluruh kementerian pemerintahnya untuk memerangi gerakan BDS. Berdasarkan Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia, gerakan BDS dengan tegas menentang segala bentuk rasisme, termasuk Islamofobia dan anti-Semitisme.

"BDS menargetkan keterlibatan, bukan identitas," kata Barghouti dikutip dari Al Jazeera, Senin (18/12/2023).

Ia menambahkan, boikot yang terjadi di seluruh dunia terhadap McDonald’s, Burger King, Pizza Hut, Papa John’s dan perusahaan lainnya saat ini berasal dari kampanye akar rumput organik, bukan diprakarsai oleh gerakan BDS. Salah satu alasan utama boikot ini adalah karena cabang atau franchise (waralaba) perusahaan tersebut di Israel secara terbuka mendukung dan memberikan sumbangan dalam bentuk barang kepada militer Israel selama serangannya.

Akibat aksi boikot ini, banyak pemilik bisnis waralaba global tersebut yang dimiliki secara lokal khawatir akan dampak buruk ekonomi dan pengangguran yang dapat ditimbulkan oleh boikot tersebut. "Fakta bahwa banyak aktivis boikot spontan kini menghubungi gerakan BDS untuk mendapatkan panduan dalam membangun kampanye yang strategis dan berkelanjutan memberi kita harapan menghentikan perang genosida Israel saat ini di Gaza," ujar Barghouti.

Bahkan, aksi ini juga didukung oleh sebagian besar warga di AS, Uni Eropa, Inggris, Kanada, Australia, dan negara-negara lain. Gerakan BDS ini, setidaknya dapat menyalurkan semua kemarahan yang belum pernah terjadi sebelumnya ke dalam kampanye strategis yang benar-benar dapat mengurangi keterlibatan dalam kejahatan Israel.

Bagi A'siah Abdalah (21 tahun) boikot adalah bagian penting dari kehidupan sehari-harinya. Bahkan, sebelum serangan mematikan yang terjadi pada 7 Oktober lalu. Lahir dan besar di Nikaragua, Abdalah sering melakukan demonstrasi menentang pemberitaan yang tidak seimbang serta pembunuhan terhadap perempuan sejak masih duduk di bangku sekolah menengah.

Bagkan, berbagai upaya yang dilakukannya terkadang membuat orang tuanya khawatir akan keselamatannya. Abdalah menceritakan kakek buyutnya adalah orang Palestina, tapi dia tidak pernah bertemu dengannya.

Ketertarikannya terhadap warisan budayanya meningkat ketika pada usia 14 tahun, beberapa anak laki-laki mencoba mengganggunya di sekolah dengan mengatakan kepadanya bahwa "kamu tidak punya negara". Untuk membuktikan bahwa para penindasnya salah, dia mulai belajar lebih banyak tentang sejarah Palestina.

Abdalah juga mengungkapkan banyak orang yang terkejut ketika dia memberi tahu orang-orang bahwa dia adalah seorang Kristen Palestina. Bahkan, banyak yang beru mengetahui bahwa tidak semua orang Palestina adalah Muslim.

"Ini adalah genosida di dalam genosida. Ada antara 800 dan 1.000 warga Kristen Palestina kiri. Identitas Palestina saya tidak terpisah dari identitas Kristen saya. Penting bagi masyarakat untuk melihat dan memahaminya, terutama di negara yang sangat menyamakan Kekristenan dengan Zionisme," tegasnya.

Abdalah saat ini adalah mahasiswa di Universitas New Orleans di negara bagian Louisiana, AS dan berharap untuk melanjutkan ke sekolah hukum. Selama ini, ia selalu memboikot merek tertentu dan terus memantau daftarnya.

"Sangat penting untuk memeriksa situs resmi BDS," ucapnya.

Namun, Abdalah juga menghadapi kendala unik di Louisiana. Pada 2018, Gubernur Bel Edwards menandatangani kesepekatan yang melarang negara membuat kontrak dengan bisnis yang mendukung kampanye BDS atau yang dikenal dengan nama undang-undang anti-BDS.

Meski begitu, Abdalah berharap organisasi mahasiswa di universitasnya akan mengeluarkan pernyataan simbolis untuk mendukung Palestina. Untuk saat ini, dia fokus memboikot McDonald's, Starbucks, dan Disney.

 

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement