REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Eks Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham) Edward Omar Sharif Hiariej meminta penetapannya sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dibatalkan. Permintaan tersebut ia mohonkan dalam sidang permohonan praperadilan yang diajukan olehnya di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel), Senin (18/12/2023).
Melalui tim kuasa hukumnya, Eddy juga memohonkan agar hakim praperadilan menghentikan semua proses penyidikan terkait perkara dugaan gratifikasi yang menjerat guru besar hukum pidana itu sebagai tersangka. Selain Eddy, dalam praperadilan tersebut, dua tersangka juga mengajukan permohonan dalam sidang yang sama.
Dua tersangka itu adalah Yogie Arie Rukmana, yang merupakan asisten pribadi (aspri) dan Yosi Andika Mulyadi yang merupakan pengacara Eddy. Eddy, terkait kasus yang menyeretnya sebagai tersangka dijerat dengan sangkaan Pasal 12a, atau Pasal 12b, atau Pasal 11 UU 31/1999-20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).
Perkara tersebut menyangkut dugaan penerimaan Rp 8 miliar dari Direktur Utama (Dirut) PT Citra Lampia Mandiri Helmut Hermawan. Namun menurut Eddy, dalam memori praperadilan yang diajukannya ke muka hakim menyampaikan, bahwa proses penetapannya sebagai tersangka oleh KPK cacat hukum. Pun cacat prosedur lantaran dianggap menyalahi Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
“Agar Pengadilan Negeri Jakarta Selatann berkenan menjatuhkan putusan praperadilan, menyatakan bahwa tindakan termohon (KPK) yang menetapkan para pemohon (Eddy, Yogi, dan Yosi) sebagai tersangka tanpa prosedur adalah cacat yuridis, atau bertentangan dengan hukum dan dinyatakan batal,” begitu kata Koordinator Pengacara Eddy, Muhammad Luthfie Hakim di sidang praperadilan, di PN Jaksel, Senin (18/12/2023).
“Menyatakan tidak sah dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat penetapan tersangka terhadap para pemohon oleh termohon,” sambung Lutfie.