REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Pusat Studi Anti Korupsi (SAKSI) Universitas Mulawarman, Orin Gusta Andini merespons Kejaksaan Negeri (Kejari) Serang yang menghentikan perkara pembunuhan pencuri kambing, dengan tersangka Muhyani (58 tahun). Orin memandang tindakan ini diambil kejaksaan demi kemanfaatan hukum.
Muhyani ditetapkan hanya melakukan pembelaan diri. Sehingga perkara itu tidak layak untuk dilimpahkan ke pengadilan.
"JPU akan menggunakan diskresi untuk case closed atau menghentikan penuntutan sehingga kasus tidak lanjut ke proses berikutnya yakni persidangan. Itu juga untuk kemanfaatan hukum," kata Orin kepada Republika.co.id, Senin (18/12/2023).
Orin menjelaskan kalau secara konsep dan teori yang ada dalam hukum acara pidana, maka penilaian pembuktian terhadap alasan penghapus pidana menjadi ranah hakim. Hakim nantinya memutuskan seseorang bersalah atau tidak demi menjamin adanya kepastian hukum.
"Faktanya, banyak kasus seperti ini. Dan biasanya dilakukan (menghentikan penuntutan oleh JPU) agar efektif dan efisien," ujar Orin.
Orin menyadari perkara yang sempat mendera Muhyani bukan hal baru.
"Ini memang fenomena kasus hukum di Indonesia," lanjut Orin.
Oleh karena itu, Orin mendorong KUHAP baru dapat mempertegas kewenangan dan alasan hapusnya penuntutan oleh JPU dalam kasus serupa Muhyani. Salah satu caranya bisa saja terdakwa tetap diperiksa dengan waktu lebih singkat.
"Demi menjamin kepastian hukum tetap diperiksa oleh hakim namun dengan waktu dan sistem yang lebih cepat sehingga sama-sama dapat efektif dan efisien juga menjamin adanya kepastian kemanfaatan dan keadilan hukum," ucap Orin.
Berdasarkan fakta perbuatan yang digali oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) ditemukan terjadi pembelaan terpaksa (noodweer) dari Muhyani sebagaimana yang dimaksud oleh Pasal 49 Ayat (1) KUHP.
Isi pasal itu bahwa tidak dipidana, barang siapa melakukan perbuatan pembelaan terpaksa untuk diri sendiri maupun untuk orang lain, kehormatan, kesusilaan atau harta benda sendiri maupun orang lain, karena ada serangan atau ancaman ketika itu yang melawan hukum, terhadap diri sendiri maupun orang lain, terhadap kehormatan kesusilaan atau harta benda sendiri maupun orang lain.