REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Eks Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham) Edward Omar Sharif Hiariej menuntut pencabutan pemblokiran rekening dan pencekalan atas dirinya oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Pria yang akrab disapa Eddy itu mengalami hal tersebut karena ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK.
Hal tersebut disampaikan oleh kuasa hukum Eddy, Muhammad Luthfie Hakim dalam sidang praperadilan di PN Jakarta Selatan (PN Jaksel) pada Senin (18/12/2023). Luthfie turut menjadi kuasa hukum tersangka lainnya Yogi Arie Rukmana, dan Yosi Andika Mulyadi yang merupakan anak buah Eddy.
"Menyatakan seluruh rangkaian pemblokiran rekening, larangan bepergian ke luar negeri, penggeledahan, dan penyitaan oleh Termohon terhadap diri para Pemohon atau keluarga para Pemohon... dinyatakan tidak sah," kata Luthfie dalam sidang tersebut.
Kubu Eddy dkk mempersoalkan diterbitkan Surat Perintah Penyidikan Nomor Sprin.Dik/147/DIK.00/01/11/2023 untuk Pemohon-I, Nomor Sprin.Dik/149/DIK.00/01/11/2023 untuk Pemohon-II dan Nomor Sprin.Dik/148/DIK.00/01/11/2023 untuk Pemohon-III. Kuasa hukum Eddy dkk menuntut supaya KPK mengembalikan keadaan kliennya seperti sebelum penetapan status tersangka.
"Memerintahkan kepada termohon untuk mengembalikannya pada keadaan semula dalam tempo 3x24 jam sejak putusan ini dibacakan," ujar Luthfie.
Kuasa hukum Eddy juga menegaskan semua keputusan yang dibuat KPK menyangkut nasib kliennya tergolong tidak sah. "Menyatakan tidak sah segala keputusan atau penetapan yang dikeluarkan lebih lanjut oleh Termohon yang berkaitan dengan Penetapan Tersangka terhadap para Pemohon," ucap Luthfie.
Kuasa hukum Eddy dkk juga menuntut agar pengadilan memulihkan segala hak hukum kliennya terhadap upaya-upaya paksa yang telah dilakukan oleh KPK. "Menghukum Termohon (KPK) untuk membayar biaya perkara yang timbul dalam perkara aquo," ucap Luthfie.
Eddy tercatat sebagai salah satu tersangka dalam kasus penerimaan suap dan gratifikasi. KPK pun mencegah Eddy dan tiga pihak lainnya yang masih terkait dengan kasus ini untuk bepergian ke luar negeri. Pencegahan berlaku selama enam bulan mulai 29 November 2023.
Kasus ini terungkap seusai Direktur PT Citra Lampia Mandiri (CLM), Helmut Hermawan melaporkan adanya dugaan pemerasan. KPK menduga Eddy menerima suap Rp 7 miliar melalui dua asistennya, Yosi Andika Mulyadi dan Yogi Arie Rukmana. Helmut mengirimkan uang lewat rekening PT CLM ke rekening Yogi Arie Rukmana pada April-Mei 2022. Satu bulan kemudian, Helmut kembali mentransfer setara Rp 3 miliar kepada Yogi.