Selasa 19 Dec 2023 14:23 WIB

Varian JN.1 Mulai Menyebar di Indonesia, Kemenkes: Turunan Omicron tidak Ganas

Kasus kematian akibat Covid-19 belakangan terjadi pada pasien dengan kormobid.

Rep: Ronggo Astungkoro/ Red: Friska Yolandha
Warga mengenakan masker saat beraktivitas di kawasan Asia Afrika, Bandung, Jawa Barat, Ahad (17/12/2023). Pemerintah Kota Bandung mengimbau masyarakat untuk menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) dan kembali menjaga protokol kesehatan (prokes) guna mencegah penularan Covid-19. Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Kota Bandung, hingga Selasa (12/12/2023) terdapat 25 orang yang terkonfirmasi Covid-19.
Foto: REPUBLIKA/ABDAN SYAKURA
Warga mengenakan masker saat beraktivitas di kawasan Asia Afrika, Bandung, Jawa Barat, Ahad (17/12/2023). Pemerintah Kota Bandung mengimbau masyarakat untuk menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) dan kembali menjaga protokol kesehatan (prokes) guna mencegah penularan Covid-19. Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Kota Bandung, hingga Selasa (12/12/2023) terdapat 25 orang yang terkonfirmasi Covid-19.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mengungkapkan, Covid-19 dengan varian turunan JN.1 sudah di Indonesia. Varian tersebut merupakan varian turunan dari omicron yang bersifat cepat menular, tapi dengan fatalitas yang rendah. Meski begitu, kewaspadaan akan varian tersebut tetap perlu dilakukan.

“Strain yang sekarang mulai banyak muncul itu adalah dari yang JN.1 itu. Di mana ini merupakan variannya dari omicron,” ujar Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Kemenkes Imran Pambudi di Jakarta, Selasa (19/12/2023).

Baca Juga

Varian tersebut diketahui setelah serangkaian tes dilakukan terhadap pasien-pasien positif Covid-19 beberapa waktu ke belakang. Lebih lanjut Imran mengatakan, varian JN.1 merupakan varian turunan dari omicron. Sifat dari varian omicron adalah lebih cepat menular, virulensi tinggi, tapi fatalitasnya rendah atau tidak ganas.

Dia menerangkan, jika melihat pada kondisi pandemi yang lalu, peningkatan jumlah kasus terkonfirmasi dan kematian terjadi apabila terjadi mutasi pada virus Covid-19. Varian hasil mutasi Covid-19 yang dia sebut paling ganas adalah varian delta. Dari sana kemudian muncul varian omicron dengan sifat yang sudah disebutkan sebelumnya.

“Ini beda sifatnya. Dan yang sekarang ini memang ada perubahan-perubahan kecil, tetapi strainnya tetap dari trahnya omicron. Kalau turunannya masih dari omicron, itu sifatnya tidak ganas,” tutur dia. 

Imran menjelaskan, kasus kematian akibat Covid-19 belakangan terjadi pada pasien dengan penyakit penyerta atau komorbid, bukan benar-benar murni akibat Covid-19 saja. Meski varian tersebut tidak ganas, pihaknya terus melakukan pemantauan terhadap perkembangan di lapangan ke depan untuk melakukan upaya antisipasi. Masyarakat pun tetap harus waspada.

“Tetap kita harus tetap waspada, itu saja yang harus kita lakukan. Kemudian kita juga terus memantau perkembangannya,” kata Imran.

Berdasarkan data Kemenkes, sejak tanggal 6 sampai 18 Desember total kasus aktif Covid-19 ada di angka 2.204 kasus. Untuk hari ini, kasus konfirmasi yang tercatat ada di angka 243 kasus, kasus sembuh 116 kasus, dan meninggal dunia dua. Kasus meninggal dunia itu, kata dia, terjadi pada pasien dengan komorbid.

Imran juga menerangkan, secara garis besar peningkatan kasus Covid-19 belakangan terjadi pada pasien yang hendak melakukan tindakan medis di rumah sakit. Di mana, mereka diperiksa terlebih dahulu lalu dari sana diketahui mereka positif Covid-19. Itu berbeda dengan yang terjadi pada pandemi lalu.

“Sekarang ini yang seperti dulu, voluntary, itu memang sangat sedikit. Jadi yang ketemu-ketemu ini biasanya memang dia mau tindakan, mau apa, kemudian baru tes hasilnya adalah positif,” kata dia.

Dalam kesempatan berbeda, Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kemenkes Siti Nadia Tarmizi menyatakan tidak benar kabar pandemi akan kembali terjadi. Sebab, menurut dia, seluruh indikator yang ada saat ini jauh lebih rendah dari angka ketika pandemi terjadi.

“Tidak ada (kembali pandemi dalam waktu dekat). Seluruh indikator jauh rendah dari angka situasi saat pandemi,” ujar Nadia.

Nadia juga mengatakan, gelombang baru kasus Covid-19 yang terjadi belakangan ini hanyalah peningkatan kasus biasa. Kenaikan kasus terjadi akibat banyak aktivitas luar ruangan seperti perjalanan dalam dan luar negeri serta menjelang ada liburan akhir tahun.

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement