REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA — “Pinjam dulu dong seratus” belakangan ungkapan ini menjadi viral di media sosial. Meski hanya sebagai bahan bercanda, ternyata ungkapan pinjam dulu seratus ini berasal dari sindiran terhadap orang-orang yang suka berutang, tetapi kemudian pura-pura amnesia.
Terlepas dari candaan ini, Islam sangat ketat mengatur masalah utang piutang. Saking ketatnya, Rasulullah Saw bahkan akan menanyakan terlebih dahulu jenazah yang akan dishalatkan. Rasulullah akan menolak untuk menyalati jenazah sahabatnya yang masih memiliki utang, sampai utang itu ada yang membayarkan.
Dalam kehidupan bermasyarakat, ternyata membayar utang pun dapat menjadi tolak ukur seseorang dalam menjaga kualitas hubungannya dengan orang lain. Sebagaimana hadits Nabi saw.
فَإِنَّ مِنْ خِيَارِ النَّاسِ أَحْسَنَهُمْ قَضَاءً
“Sesungguhnya sebagian dari orang yang paling baik adalah orang yang paling baik dalam membayar (utang),” (HR. Bukhari).
Fenomena-fenomena hutang di masyarakat, tentu sangat beragam, dan kadang membuat kita geleng-geleng kepala. Kenapa? Karena ternyata tidak sedikit dari mereka yang berutang, bukan untuk keterpaksaan, melainkan karena tuntutan gaya hidup atau circle pertemanan yang toxic.
Dikutip dari buku Berilmu Sebelum berhutang karya Muhammad Abdul Wahab, salah satu penyakit yang sering menjangkit orang yang berutang adalah penyakit malas bayar. Walaupun sebetulnya mampu, sering kali merasa bahwa membayar utang adalah hal yang tidak perlu diprioritaskan. Lebih baik dipakai dulu untuk jalan-jalan, beli barang favorit atau untuk hal lain yang sebetulnya tidak terlalu penting. Sedangkan kewajibannya untuk membayar hutang dilupakan begitu saja.
Nabi Muhammad saw bahkan menyebut kelakuan orang yang menunda-nunda pembayaran utang, padahal dia mampu sebagai perbuatan zalim (menzalimi orang yang memberi utang).
طْلُ الْغَنِيِّ ظُلْمٌ
“Menunda-nunda membayar hutang bagi orang yang mampu (membayar) adalah kezaliman,” (HR Bukhari).
Sebagaimana Rasulullah juga mengingatkan kepada umatnya, untuk menghindari berutang, maka ketika berutang, Rasulullah mengingatkan agar segera membayar utang tersebut.
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: مَطْلُ الغَنِيِّ ظُلْمٌ، وَمَنْ أُتْبِعَ عَلَى مَلِيٍّ فَلْيَتَّبِعْ
Dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “mengulur-ulur waktu membayar hutang oleh orang yang mampu, merupakan perbuatan zalim. Dan jika salah seorang di antara kalian dialihkan utangnya kepada orang yang mampu, maka hendaklah dia mengikutinya.”
Said Yai bin Imanul Huda dalam bukunya Mudah Menghafal Seratus hadis mengatakan, dari hadis ini menjelaskan bahwa berutang diperbolehkan. Akan tetapi orang yang berutang harus benar-benar meniatkan untuk mengembalikan utang tersebut, karena jika memiliki harta tetapi enggan membayarnya, hal tersebut termasuk kezaliman terhadap orang yang memberikan utang. Maksud kezaliman pada hadis di atas adalah dosa.