REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketika dunia bergulat dengan dampak dramatis dari rekor suhu, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) telah mengeluarkan peringatan yang mengerikan tentang potensi kenaikan suhu global rata-rata yang dapat mencapai 3 derajat Celsius pada akhir abad ini.
Kebijakan penetapan harga karbon telah menjadi bagian utama dari pembicaraan untuk mencegah dampak terburuk dari perubahan iklim. Penetapan harga karbon merupakan solusi berbasis pasar yang memberikan insentif kepada organisasi dan individu untuk mengurangi emisi gas rumah kaca dan berinvestasi dalam solusi iklim.
Berbicara di hadapan ratusan delegasi pada pertemuan iklim COP28 di Dubai, Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen menyampaikan argumennya mengenai penetapan harga karbon. “Jika Anda membuat polusi, Anda harus membayar harganya. Jika Anda ingin tidak ingin membayar harga tersebut, Anda harus berinovasi dan berinvestasi dalam teknologi bersih,” kata dia.
Namun, sangat penting untuk memahami potensi dan keterbatasan dari kebijakan-kebijakan ini. Sebuah penelitian yang dilakukan Sean Cleary dan Neal Willcott dari Queen’s University Kanada, menunjukkan bahwa kebijakan penetapan harga karbon global harus berkembang jauh lebih cepat, dan dikombinasikan dengan langkah-langkah mitigasi lainnya, untuk menghindari skenario pemanasan yang berbahaya.