REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tepat pada 7 Desember 2023, malam pertama hari raya Yahudi Hanukkah, sekitar 100 hingga 150 ultranasionalis Yahudi menuju Kawasan Muslim di Kota Tua Yerusalem Timur.
Seperti yang disampaikan Jessica Buxbaum, jurnalis yang berbasis di Yerusalem yang meliput Palestina dan Israel, disebutkan polisi Israel menghentikan protes ketika mereka mencapai gerbang Kota Tua. Mereka mengeluarkan teriakan dan tanda-tanda yang menghasut, seperti "Keluarkan Wakaf". Ini merujuk pada otoritas Islam Yordania.
Polisi Israel juga menyarankan agar Masjid Al Aqsa harus dibongkar. Meskipun unjuk rasa tersebut dicegah, Direktur Hubungan Internasional di LSM yang berfokus pada Yerusalem Ir Amim, Amy Cohen, mempertanyakan mengapa unjuk rasa tersebut diizinkan, menurut laporan The New Arab.
"Al-Aqsa sekarang menjadi target utama sistem politik Israel. Mereka merasa dengan menghilangkan simbol ini dari kesadaran kolektif Palestina, mereka dapat menghilangkan pengaruh Palestina, sehingga tidak mempunyai sesuatu untuk diperjuangkan. Jelas seseorang dapat dengan mudah menyadari niat mereka," kata Cohen kepada The New Arab.
Dia mengatakan itu adalah contoh lain bagaimana kelompok-kelompok ini mengeksploitasi keadaan untuk mendorong perubahan status quo dan memaksakan dominasi Yahudi di Gunung tersebut. Ini diorganisir oleh kelompok ekstremis Temple Mount yang baru, Sons of Mount Moriah, yang dibentuk tiga bulan lalu oleh seseorang bernama David Ben Moriah. Gunung Moriah adalah salah satu nama alkitabiah Yahudi untuk Bukit Bait Suci atau Haram al-Sharif.
Baruch Marzel, mantan sekretaris faksi partai Kach...