REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Badan Pangan Nasional/National Food Agency (NFA) Arief Prasetyo Adi mengatakan, pihaknya tidak bangga melakukan importasi beras. Ini karena keputusan tersebut harus diambil demi menjaga ketersediaan pasokan pangan.
“Perlu disampaikan ke masyarakat, bahwa kita tidak bangga melakukan importasi. Jadi ini harus diketahui oleh seluruh pihak, kita tidak bangga. Untuk ketersediaan nasional, kita harusnya memang mempersiapkan dengan baik dengan bersumber dari di dalam negeri. Jadi tetap mengutamakan produksi dalam negeri,” kata Kepala Bapanas Arief dalam keterangan di Jakarta, Kamis (21/12/2023).
Arief menegaskan, pemenuhan ketersediaan pasokan pangan nasional tetap mengutamakan produksi dalam negeri sebagaimana diamanatkan Undang-Undang (UU) Nomor 18 tahun 2012 tentang Pangan.
“Untuk komoditas pangan yang bisa kita produksi sendiri dari dalam negeri, kita harus optimalkan. Jadi ekonominya itu jangan ada di luar negeri. Kalau bisa, kita geser ke Indonesia, tentunya di-lead oleh kementerian teknis dan kita dukung bersama-sama. Badan Pangan Nasional lebih ke arah pascapanen,” ucapnya.
Kebijakan impor, lanjutnya, dilakukan sebagai alternatif terakhir di tengah dinamika produksi dan konsumsi yang mengalami pergeseran akibat perubahan iklim, fenomena El Nino, dan disrupsi akibat dampak pandemi. Sementara Indonesia memerlukan produksi beras yang mampu melebihi dari 1 juta hektare per bulan. Apabila tidak, diperkirakan neraca pangan akan mengalami defisit.
“Kalau kita tidak menanam sampai dengan 1 juta hektare, neraca pangan kita defisit. Presiden Joko Widodo telah perintahkan untuk mempersiapkan produksi dalam negeri,” jelasnya.
Ia menjelaskan bahwa produksi beras pada semester II 2023 belum optimal karena kondisi kekurangan air. Namun setelah November dan Desember, utamanya di Desember sudah ada hujan yang turun di beberapa tempat. Sehingga, pemerintah mendorong untuk mempercepat masa tanam.
Mengutip data Kerangka Sampel Area milik Badan Pusat Statistik, areal tanam padi berada pada angka di bawah 1 juta hektare. Dengan proyeksi tiga bulan dan menanam di bawah 1 juta hektare, produksi selama satu bulan akan di bawah angka kebutuhan konsumsi bulanan yang berada pada kisaran 2,5-2,6 juta ton.
"Karena estimasinya produksi bulanan 900 ribu ton sampai 1,1 juta ton. Ini harus diantisipasi oleh kita semua,” kata dia.