Jumat 22 Dec 2023 08:00 WIB

Ekonomi Syariah Perlu Jadi Komitmen Capres-Cawapres, Ini Alasannya

Potensi pasar halal domestik yang besar masih lebih banyak digarap pemain luar.

Rep: Fauziah Mursid/ Red: Ahmad Fikri Noor
Pengunjung melintas di dekat logo halal.
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Pengunjung melintas di dekat logo halal.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komitmen kuat dari kandidat calon presiden dan calon wakil presiden dibutuhkan untuk mengembangkan ekonomi dan keuangan syariah. Hal ini karena meski ekonomi syariah dan industri halal di Indonesia sangat potensial, tetapi masih harus menghadapi berbagai tantangan.

Pengamat ekonomi syariah dari Universitas Indonesia, Yusuf Wibisono mengatakan, meski Indonesia terkenal sebagai negara dengan belanja produk halal besar tetapi dengan jumlah pemain lokalnya rendah. Saat ini, potensi pasar halal domestik yang besar masih lebih banyak digarap pemain luar.

Baca Juga

"Jika Indonesia bisa meningkatkan jumlah pemain halal lokal ini semakin banyak dan semakin kuat, tidak hanya pasar domestik, Indonesia juga berpeluang menggarap pasar halal global dari 1,8 miliar Muslim dunia," ujar Yusuf dalam keterangannya, Kamis (21/12/2023).

Yusuf menambahkan, Indonesia juga tergolong lamban dan kurang agresif dalam mengembangkan industri halal. Padahal, Indonesia memiliki potensi yang besar untuk menjadi pemain dunia. Ia mencontohkan, di industri fesyen, produk busana Muslim Indonesia diakui sangat berkualitas dan kreatif dan dinilai kompetitif untuk bersaing di kancah global. Namun eksportir busana Muslim terbesar di dunia saat ini justru direbut oleh China yang notabene negara non-Muslim dan belum lama mengembangkan industri halal.

"Selain lamban, banyak pula kebijakan yang digulirkan lebih banyak bersifat gimmick, tidak substantif mendorong kemajuan industri halal. Sebagai misalnya, Indonesia berambisi menjadi pusat industri keuangan syariah dunia, namun hingga kini market share perbankan syariah hanya di kisaran 7 persen," kata Yusuf.

Tak hanya itu, kebijakan merger tiga bank syariah BUMN, juga tidak diikuti dengan ada penambahan modal. Sehingga tidak berdampak pada market share perbankan syariah, yakni tingkat global share perbankan syariah Indonesia hanya di kisaran 2 persen.

Karenanya, ia menilai cita-cita Indonesia menjadi pusat keuangan syariah dunia jadi seperti utopia. Yusuf pun mendorong pemerintah saat ini maupun pemerintahan periode selanjutnya untuk berkomitmen serius dalam pengembangan ekonomi syariah.

Dalam upaya mendorong Indonesia sebagai pusat industri halal dunia dan sekaligus meningkatkan jumlah pemain lokal, Yusuf menyebut langkah paling efektif adalah menciptakan ekosistem ekonomi syariah dan industri halal yang komprehensif. Langkahnya dimulai dari sertifikasi halal, pasokan sumber daya manusia (SDM) industri halal, dukungan pembiayaan syariah untuk industri halal, kawasan industri halal, termasuk pusat riset halal, hingga dukungan edukasi dan promosi halal ke publik yang masif. 

Indonesia perlu mengacu negara lain yang serius. Bahkan, negara non-Muslim gencar membangun ekosistem industri halal seperti Thailand, China, dan Korea Selatan. Indonesia pun harus bergerak cepat jika tidak ingin menjadi penonton di industri halal global ini.

Sebab, berbagai jenama asing ternama juga sudah mulai melirik pasar halal Indonesia. Karena itu, pemangku kepentingan terkait perlu cepat mengambil inisiatif dan terukur untuk pengembangan industri halal di Tanah Air.

"Ekonomi syariah dan industri halal ini adalah kesempatan besar bagi Indonesia untuk menumbuhkan pemain lokal berbasis UMKM dan ekonomi rakyat, jangan sampai besarnya potensi pasar ini akhirnya nanti hanya dinikmati pemain besar lagi dan bahkan pemain asing yang memang memiliki kekuatan kapital besar tanpa harus mendapat dukungan apapun," ujarnya.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement