REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Program bantuan pangan dinilai mampu meredam laju inflasi di tengah gejolak harga beras di Tanah Air. Hal ini akibat dari penurunan produksi di tahun ini yang dipicu oleh musim kemarau ekstrem.
Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas), Arief Prasetyo Adi mengakui, implementasi penyaluran bantuan pangan memang tidak mudah lantaran kondisi geografis dengan 17 ribu pulau. Namun demikian, hingga kini penyaluran bantuan pangan telah menjangkau 1,5 juta titik di seluruh Indonesia.
"Ini satu-satunya di dunia karena tidak ada yang bisa seperti kita. Terbukti, inflasi kita sangat baik 2,8 persen (year on year per November 2023) yang itu tidak banyak dicapai negara-negara di dunia,” ujar Arief dalam diskusi di Media Center Indonesia Maju, Jakarta, Kamis (21/12/2023).
Sebagai informasi, periode pertama penyaluran bantuan pangan beras diberikan pada Maret, April, Mei 2023 kepada 21,3 juta Keluarga Penerima Manfaat (KPM). Setiap keluarga mendapatkan bantuan beras sebanyak 10 kg per bulan.
Arief menyampaikan dampak penyaluran bantuan pangan terlihat dari penurunan inflasi beras yang direkam Badan Pusat Statistik (BPS). Tercatat, inflasi beras bulan Maret turun menjadi 0,7 persen dari bulan sebelumnya yang tembus 2,63 persen. Kemudian menurun lagi jadi 0,55 persen pada April dan menjadi 0,02 persen di Mei.
Melihat dampak positif terhadap penurunan inflasi, bantuan beras diberikan kembali pada September, Oktober, November kepada 21,3 juta KPM sebanyak 10 kg per bulan. BPS pun mencatat, angka inflasi beras pada November, lalu melandai menjadi 0,43 persen setelah sebelumnya sempat merangkak naik saat bantuan disetop.
Arief mengatakan pemerintah memperpanjang bantuan pangan beras pada Desember. Tahun depan, bantuan pangan beras akan diberikan lagi hingga Juni 2024. Bulog pun ditugaskan menyiapkan kebutuhan pasokan dalam penyaluran bantuan beras. Arief menambahkan, penyaluran bantuan pangan juga sedikit banyak membantu laju pertumbuhan ekonomi.
"Tercatat, pertumbuhan ekonomi Indonesia masih stabil di level 4-5 persen atau melebihi dari laju inflasi. Hal itu sejalan dengan instruksi Presiden Joko Widodo agar pertumbuhan ekonomi melaju di atas inflasi,"
Direktur Utama Perum Bulog, Bayu Krisnamurthi, mengatakan, langkah pemerintah untuk mengendalikan inflasi lewat bantuan pangan menjadi langkah cerdas di tengah sulitnya situasi. Capaian penurunan inflasi beras dinilainya menjadi salah satu yang terbaik bila dibandingkan negara lainnya.
"Ini cukup cerdas. Ke depan kita akan lanjutkan dan salah satu syaratnya punya stok. Itu kuncinya," ujar Bayu.
Bayu menyampaikan pemerintah telah memberikan penugasan impor sebanyak dua juta ton beras pada 2024 untuk memperkuat cadangan Bulog. Sembari penyerapan dalam negeri juga terus dilakukan.
Bayu pun menambahkan, sektor pangan nasional dihadapkan pada gelombang turunnya produksi imbas iklim kemarau ekstrem El Nino yang melanda Indonesia. Di sisi lain, terdapat kenaikan biaya produksi pertanian akibat kenaikan harga-harga dari pupuk, BBM, hingga biaya angkutan akibat faktor global.
Pada saat bersamaan, banyak negara-negara membatasi bahkan menyetop ekspor berasnya. Ketiga faktor itu lantas membuat harga beras naik dan terasa di Indonesia hingga saat ini.
"Kita belum bisa turunkan harganya, tapi inflasinya bisa dikendalikan, fluktuasinya bisa dikendalikan, karena fluktuasi itu sangat tidak nyaman buat konsumen," kata Bayu.