Ahad 24 Dec 2023 16:23 WIB

Biden Sahkan Paket Pertahanan Rp 13,7 Kuadriliun Bantu Militer Taiwan

China dan Taiwan telah menjalani pemerintahan secara terpisah sejak 1949.

Presiden Amerika Serikat, Joe Biden.
Foto: EPA-EFE/SHAWN THEW
Presiden Amerika Serikat, Joe Biden.

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Presiden Amerika Serikat Joe Biden pada Jumat menandatangani UU paket kebijakan pertahanan senilai 886 miliar dolar AS atau senilai Rp 13,7 kuadriliun mencakup langkah untuk menangkal aktivitas militer China di wilayah Indo-Pasifik dan membantu militer Taiwan.

Undang-Undang Otorisasi Pertahanan Nasional untuk tahun fiskal hingga September 2024 mencakup 14,7 miliar dolar AS atau sekitar Rp 227,5 triliun untuk Inisiatif Pencegahan Pasifik, yang merupakan bagian dari upaya AS untuk meningkatkan kemampuan militer melalui latihan dengan sekutu dan negara mitra di kawasan.

Baca Juga

Meskipun menyebutkan perlunya program pelatihan komprehensif dan peningkatan kapasitas bagi militer Taiwan, undang-undang tersebut mensyaratkan kerja sama AS dalam upaya Taiwan untuk memperkuat aktivitas keamanan siber militer.

Kebijakan itu juga memberikan lampu hijau bagi rencana penjualan kapal selam bertenaga nuklir ke Australia di bawah kemitraan trilateral yang disebut AUKUS yang juga melibatkan Inggris.

Dalam sebuah pernyataan, Biden mengatakan bahwa tindakan tersebut "memberikan otoritas penting yang kita perlukan untuk membangun militer yang dibutuhkan dalam mencegah konflik di masa depan, sambil mendukung anggota militer dan pasangan serta keluarga mereka yang menjalankan misi tersebut setiap hari.”

RUU tersebut masing-masing disetujui oleh Senat dan Dewan Perwakilan Rakyat, pekan lalu.

Sementara itu, untuk terus membantu Ukraina memukul mundur Rusia yang berperang sejak Februari 2022, UU tersebut memungkinkan AS memperpanjang programnya saat ini untuk pembelian senjata dan peralatan dari industri pertahanan hingga akhir 2026.

Selain itu, UU tersebut menyetujui kenaikan gaji sebesar 5,2 persen untuk anggota militer dan pekerja sipil. Sebelumnya pada awal tahun 2023, AS dan China melaporkan insiden jarak dekat antara pesawat militer dan kapal mereka di Laut Cina Selatan.

China dan Taiwan telah menjalani pemerintahan secara terpisah sejak terjadi perpecahan pada 1949 setelah perang saudara, namun Beijing menganggap pulau itu sebagai provinsi pemberontak yang harus disatukan dengan daratan, jika perlu dengan kekerasan.

sumber : ANTARA
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement